اِنَّ رَفَعَ
الصَّوْتَ باِلذِّ كْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسَ مِنَ الْمَكْتُوْ بَةِ كَانَ عَلىٰ
عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلعم . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسِ كُنْتُ أَعْلَمُ اِذَانْصَرَفُوْا
بِذَالِكَ اِذَا سَمِعْتُهُ .
“Sesungguhnya mengeraskan
(bacaan) dzikir setelah para sahabat selesai melakukan shalat wajib sudah ada
dikerjakan sejak masa Rasulullah saw.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui
yang demikian setelah mereka melakukan sholat wajib dan saya mendengarnya. (HR.
Bukhori no : 796 Muslim 919). Imam Nawawi mengatakan, “Riwayat ini adalah dalil
sebagian ulama’ salaf, disunnahkannya mengeraskan bacaan dzikir setelah sholat
wajib, syarah shahih Muslim 2 halaman 260.
مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِى
ذُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَ ثًا وَثَلاَ ثِيْنَ وَحَمِدَ اللهَ ثَلاَثاً وَثَلَا ثِيْنَ
وَكَبَّرَاللهَ ثَلاَ ثاً وَثَلَا ثِيْنَ وَقَامَ تَماَمَ المْاِئَةِ , لآاِلَٰهَ
اِلَّا اللهُ وَحْدَهٗ لَا شَرِيْكَ لَهٗ , لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلىٰ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ, غُفِرَتْ خَطَا يَاهُ وَلَوْكَانَتْ مِثْلُ زَبَدِ اْلبَحْرِ
.
(رواه مسلم)
“Barangsiapa
sesudah sembahyang membaca tasbih 33 X, tahmid 33 X, takbir 33 X,
dan untuk mencukupkan 100 ia mengucapkan tiada Tuhan selain Allah, tak bersekutu
bagi-Nya, untukNya, segala puji dan Ia kuasa memperbuat segala
sesuatu, maka orang yang mengucapkan itu, diampuni Tuhan dosanya walaupun dosa itu
sebanyak buih di lautan”. (HR. Muslim 1 halaman 241 dan Al-Adzkar halaman 68).
“ Jelas dalam hadist yang shaheh ini, dibaca bukan di angan-angan. Barangsiapa
mengatakan bid’ah sungguh tidak berdasar sama sekali. Dan
dalam hadist yang shahih ini, tidak ada larangan untuk mengeraskan suara.
BAGAIMANA DENGAN FIRMAN ALLAH SWT. YANG
BERBUNYI :
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فٖى
نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُوْنَ اْلجَهْرِ مِنَ اْلقَوْلِ بِا اْلغُضُوِّ
وَاْلآ صَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ اْلغَا فِلِيْنَ(الاعراق).
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak dengan mengeraskan suara, di waktu
pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai “ (QS.
Al-A’rof 205). Tidak lama lagi turun ayat yang berbunyi :
وَلاَتَجْهَرْ بِصَلاَ
تِكَ وَلاَتَخاَفَتْ بِهاَ وَابْتَغِ بَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً
( الاسراء ).
“Dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya dan
carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (QS. Al-Isra’ : 110). Al-Hafidz
Jalaluddin As-Suyuti mengatakan bahwa larangan mengeraskan bacaan yang terdapat
dalam beberapa ayat adalah ayat-ayat yang diturunkan di Makkah. (Al-Hawi Li
Al-Fatawa, 1/378).
Ibnu Kastir berkata,
“Janganlah terlalu mengeraskan bacaan al-Qur’an sebab akan dicaci maki oleh
orang-orang musyrik. Dan jangan melirihkannya, sebab sahabat-sahabatmu tidak
bisa mendengarnya”. “Ibnu Abbas berkata: “SETELAH ROSULULLAH HIJRAH KE MADINAH,
TIDAK ADA HALANGAN LAGI DAN BELIAU BISA MELAKUKAN SESUAI YANG DI KEHENDAKINYA“.
(Lihat Tafsir Ibnu Kastir. V/128). Terbukti Hadist dari Ibnu Abbas yang di
riwayatkan Bukhori Muslim di atas, “BAHWA MENGERASKAN BACAAN DZIKIR SESUDAH
SHALAT, ADA SEJAK MASA NABI MUHAMMAD SAW”.
Imam Nawawi mengatakan
: “Riwayat ini adalah dalil sebagian ulama’ salaf mengenai di sunnahkannya
mengeraskan bacaan takbir dan dzikir setelah sholat wajib”. Lihat syarah shahih
Muslim, 2 / 260. Al-Mubarokfuri berkata : “Anjuran mengeraskan suara dengan
takbir dan dzikir, setelah setiap shalat wajib, adalah pendapat yang (rajih)
dan unggul menurut saya, berdasarkan
riwayat Ibnu Abbas diatas”. Baca Syarah Misykat Al-Mashabih, 3/315.
HR. Bukhori nomor 796, Muslim nomor 919, Ahmad nomor 3298, dan Ibnu
Khuzaimah nomor 1613. Riwayat Ibnu Abbas ini, juga diperkuat oleh sahabat
Abdullah bin Zubair, ia berkata Rasulullah saw. mengeraskan (Yuhallilu)
kalimat-kalimat dzikirnya setiap selesai shalat. Baca shahih Muslim nomor 1372,
Ahmad nomor 16150, dan Baihaqi, al-Sunan al-Kubro nomor 3135.
DI ANTARA HADIST SHAHEH YANG MENERANGKAN DZIKIR
SESUDAH SHALAT ANTARA LAIN,
حَدَّثَنَا عَلِيٌّ
ابنِ عَبْدِااللهِ قاَلَ حَدَّثَناَ سُفْيَانُ حَدَّثَناَ عُمَرُ
وَ قَالَ أَخْبَرَنِيْ
أَبُو مَعْبَدَ عَنِ ابْنِ عَباَّسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُماَ قَالَ كُنْتُ أَعْرِفُ
اِنْقَضَاءَ صَلَا ةِ النَّبِيِّ صَلىَّ للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيْرِ
قَالَ عَلِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عُمَرَ وَقَالَ كَانَ اَبُو مَعْبَدَ أَصْدَقَ
مَوَالِيَ ابْنُ عَبَّاسَ قَالَ عَلِيُّ وَاسْمُهٗ حَافِذُ .
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin
Abdullah berkata, telah menceriakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan
kepada kami Amru berkata, telah mengabarkan kami Abu Ma’bad dari Ibnu Abbas
radiyallahu anhuma berkata; AKU MENGETAHUI SELESAINYA SHALAT NABI SAW. DARI
”SUARA TAKBIR“ . Ali berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru
ia berkata, Abu Makbad adalah satu budak
ibnu Abbas yang paling jujur, “ Ali berkata, “ nama aslinya, adalah Hafiz. (
HR. Bukhori nomor : 797). Sebagaimana firman Allah saw. yang berbunyi :
“Di dalam semua rumah (masjid) yang telah
di izinkan Allah mengeraskan (mengagungkan) suara untuk berdzikir dengan
menyebut namaNya dalam mensucikaNya sepanjang pagi dan petang ( QS. An-Nur yat
36 ). “Dan ini dalil yang sangat jelas bahwa kita di anjurkan menjaharkan,
bacaan dan menyebut asma Allah Swt.” Dan juga firman Allah Swt.
“Dan siapakah yang lebih
aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut asma Allah saw. di dalam
masjidNya”. ( Al-Baqoroh ayat 114 ). Juga disebutkan di dlam surat al-Baqoroh ayat
200 “ sebagai berikut;
“Maka apabila engkau telah menyelesaikan ibadah
haji, maka berdzikirlah (menyebut asma Allah) sebagaimana kamu menyebut (membangga-bangakan)
nenek moyangmu اواشدذكرا atau dengan sebutan
yang “sangat keras sekali”.
Sebagaimana
penafsiran Ibnu Kastir dan Mukhammad Hijazi, dengan sebutan yang nyaring
sekali. Sebetulnya dalil bacaan jahar dalam berdzikir ini banyak sekali termaktub
di Bukhori Muslim dan hadist kudsi, akan tetapi cukuplah kiranya dalil ini
sebagai acuan kita bersama.
وَعَنْ سَيِّدِنَا عَلِيّ
رض . قَالَ : كَانَ أَبُو بَكْرٍ يُخَافِتُ بِصَوْتِهِ إِذَا قَرَأَ وَكَانَ عُمَرُ
يَجْهَرُ بِقِرآءَتِهِ وَكَانَ عَمَّارُ إِذَا قَرَأَ يَأْخُذُ مِنْ هٰذِهٖ السُّوْرَةِ
وَ هٰذِهٖ السُّوْرَةِ فَذُكِرَ ذٰلِكَ لِنَبِّي صلعم . فَقاَلَ لِأَبِى بَكْرٍ :
" لِمَ تُخَافِتُ " ؟ قَالَ : إِنِّيْ أُسْمِعُ مِنْ أُنَاجِيْ وَقاَلَ
لِعُمَرَ: " لِمَ تَجْهَرُ بِقِرآءَتِكَ؟
" قَالَ : أُفْزِعُ الشَّيْطَانَ وَأُوْقِظُ الْوَسْنَانَ وَقَال لِعَماَّرَ
: " لِمَ تَأْخُذْمِنْ هٰذِهٖ السُّوْرَةِ وَ هٰذِهٖ السُّوْرَةِ؟ " وَقَالَ
: أَتَسْمَعُنِي أَخْلِطُ بِهٖ مَالَيْسَ مِنْهُ ؟ قَالَ : ( لَا
) ثُمَّ قَالَ : " فَكُلّهُ طَيِّبٌ " . (رواه أحمد ) وقال الحافظ الهيشمي
فٖى مَجْمَعِ الزَّوَائِدِ (٢/٥٤٤): رجالٌ ثِقَاتٌ .
“Sayyidina
Ali rd. Berkata : “Abu Bakar bila membaca Al-Qur’an dengan suara lirih,
sedangkan Umar dengan suara keras. Dan Ammar apabila membaca Al-Qur’an,
mencampur surah ini dengan surah itu. Kemudian dilaporkan kepada Nabi saw.
sehingga beliau saw. bertanya kepada Abu Bakar: “Mengapa kamu membaca Al-Qur’an
dengan suara lirih?” Ia menjawab : “Allah mendengar suara walau suara lirih?”.
Lalu bertanya kepada Umar: “Mengapa kamu membaca dengan suara keras?” Umar
menjawab: “Aku mengusir syetan dan menghilangkan kantuk“. Lalu beliau bertanya
kepada Umar: “Mengapa kamu mencampur surah ini dengan surah itu?” Ammar
menjawab: “Apakah engkau pernah mendengarku mencampur dengan suatu yang bukan
al-Qur’an?”. Beliau menjawab : “Tidak“ Lalu beliau bersabda: “Semuanya baik“. (Hadist
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (865). Dengan sanad yang shahih).
والله اعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar