Selasa, 10 September 2013

DALIL-DALIL UMUM YANG MENJADI DASAR BAGI AMAL MAULID


Walupun amal maulid itu belum ada dikerjakan pada zaman Nabi, tetapi pekerjaan itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul secara umum.
Tuhan berfirman dalam Al Qur’anul Karim :
 
Artinya : “Maka orang yang beriman kepadanya (Muhammad Saw.), memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an) mereka itulah yang beruntung” (Al ‘A’raf : 157).
                Di dalam ayat ini dinyatakan dengan tegas, bahwa orang yang memuliakan Nabi Muhammad adalah orang yang beruntung. Merayakan maulid Nabi termasuk dalam ragka memuliakannya, yang sudah pasti orang yang merayakan itu akan mendapat pahala di akhirat nanti.
                Apa maksud kita dengan mengadakan perayaan maulid Nabi? Tidak lain selain hanya untuk memuliakan beliau.
                Termasuk juga orang-orang yang membaca nazham-nazham, sya’ir, kasidah-kasidah, kalau dimaksudkan untuk memuliakan Nabi maka itu masuklah ke dalam rangka umum ayat ini, semuanya besar pahalanya.
                Nabi bersabda:
 

Artinya: “Belum sempurna iman seseorang kamu, kecuali kalau saya lebih dikasihnya disbanding dengan familinya, dengan hartanya dan dengan manusia keseluruhannya” (H. R. Imam Bukhari dan Muslim, lihat Syarah Muslim juzu’ II, halaman 15).
                Di dalam hadits ini dinyatakan bahwa iman itu belum ada atau belum sempurna pada dada seseorang, kecuali kalau orang itu mengasihi Nabi Muhammad Saw. melebihi dari kasihnya kepada familinya (anak istrinya), hartanya dan seluruh manusia.
                Maka iman itu ada atau tidaknya, sempurna atau tidaknya tergantung kepada isi hati seseorang. Andai kata ia mengasihi Nabi melebihi dari mengasihi orang-orang lain, maka benar-benar imannya sudah kamil, sudah sempurna, tetapi sebaliknya kalau ia lebih mengasihi harta bendanya, atau anak istrinya melebihi dari kasihnya kepada Nabi Muhammad Saw. maka imannya itu kurang, atau belum ada sama sekali.
                Merayakan maulid Nabi adalah kenyataan dari hati yang kasih kepada Nabi dan satu tanda bahwa imannya sudah sempurna.
                Orang yang tidak beriman atau imannya tipis tentu tidak mau merayakan maulid Nabi. Na’uzubillah!
 
Artinya: “Dari Ibnu Abbas Rda. beliau berkata, bahwasannya Rasulullah ketika tiba di Madinah beliau dapati di sana orang Yahudi puasa pada hari ‘Asyura. Maka Nabi bertanya pada mereka: Hari apakah yang kamu puasakan ini? Jawab mereka: Ini hari besar di mana Allah telah membebaskan Musa dan kaumnya dan telah mengkaramkan Fir’aun dan kaumnya, maka Musa berpuasa pada hari semacam ini karena bersyukur kepada Allah, dan kamipun mempuasakannya pula.
Lalu Rasulullah Saw. berkata: Kami lebih berhak dan lebih patut menghormat Musa disbanding kamu.
Maka Nabi berpuasa pada hari ‘Asyura itu dan beliau menyuruh ummat berpuasa pada hari itu” (H. R. Bukhari dan Muslim, Susunan kata-katanya di Kitab Muslim Juzu’ I halaman 459 – Bukhari Juzu’ I halaman 241).
                Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, yaitu pengarang Syarah Bukhari yang bernama Fathul Bari mengatakan, bahwa dari hadits ini dapat dipetik hukum:
1.     Ummat Islam dibolehkan dan bahkan dianjurkan, agar memperingati hari-hari yang bersejarah, hari-hari yang dianggap besar. Umpama hari-hari Maulid, Mi’raj dan lain-lain.
2.     Nabipun memperingati karamnya Fir’aun dan bebasnya Musa, dengan melakukan puasa Asyura sebagai bersyukur atas hapusnya yang batil dan tegaknya yang hak.
Tuhan berfirman:
 
Artinya: ”Dan berkata Allah: Sesungguhnya Aku beserta kamu, kalau kamu mengerjakan sembahyang dan menunaikan zakat serta beriman kepada Rasul-rasulKu, dan kamu muliakan mereka, dan kamu memberi pinjam kepada Tuhan dengan apa saja yang baik, niscaya akan Aku ampuni dosa-dosa kamu, dan akan Aku masukkan ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya beberapa sungai” (Al Maidah : 14).
Arti “ ’azzatumuhum” ialah “memuliakan mereka” (lihat Tafsir Thabari Juzu’ VI, halaman 151, baris yang kedua dari bawah).
                Orang yang memuliakan Nabi akan dimasukkan ke dalam syurga, sedang merayakan Maulid Nabi adalah dalam rangka memuliakan Nabi. Maka orang-orang yang mengerjakannya akan di masukkan Tuhan ke dalam syurga.
Friman Allah SWT. memerintahkan sebagai berikut:
Artinya: Sungguh Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam pernghormatan kepadanya. (Al-Ahzab : 56).
                Ayat di atas jelas-jelas memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. setelah melihat kenyataan ayat tersebut yang jelas-jelas memerintahkan untuk bershalawat, lalu apa alasannya bagi mereka yang tidak mau membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. apakah mereka akan mengingkari ayat Al-Qur’an?
 
Artinya: Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan dan janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku. Karena sesungguhnya shalawatmu sampai kepadaku di mana saja kamu berada. (H. R. An Nasa-I, Abu Dawud dan Ahmadi).
                Dengan hadits tersebut di atas, juga telah jelas bahwa Nabi Muhammad Saw. dengan tegas memerintahkan kepada kita untuk bershalawat kepada beliau, karena membaca shalawat itu dimanapun kita berada akan sampai kepada beliau.
3.     Keutamaan Shalawat
Shalawat atas Nabi adalah benar-benar amat besar keutamaannya. Sehingga setiap orang yang berdo’a kepada Allah SWT tidak akan terkabul apabila tanpa didahului membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Saw. dalam sabdanya sebagai berikut:
 
Artinya: Setiap do’a itu terhalang sehingga dibacakan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. (H. R. Dailami dan Baihaqi).
                Karena keutamaan shalawat inilah maka orang yang paling banyak membaca shalawat, kelak di hari qiyamat merupakan orang yang paling utama di sisi Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:

Artinya: Sungguh seutama-utama manusia yang terdekat kepadaku (Nabi) pada hari qiyamat ialah mereka yang lebih banyak bershalawat kepadaku. (H. R. Nasa-I dan Ibnu Hibban).
 
                Rasulullah bersabda: Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.91
Dalil kedua
  
Ustadz Imam Al-Hafizh Al-Munib DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadits “man ‘azhzhama maulidy kuntu syafi’an lahu yaum al-Qiyamah” seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh, Juz I, halaman 60, menurut Imam Dzahaby: shahih sanadnya.92

                Tersebut dalam sebuah atsar: Rasulullah pernah bersabda: Siapa membuat sejarah orang mukmin (yang sudah meninggal) sama artinya menghidupkannya kembali, siapa membacakan sejarahnya seolah-olah ia sedang mengunjunginya, dan siapa mengunjunginya. Allah akan memberinya surga.98
 
Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits, ia bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku memintakan ampun kepada Allah. Hadits riwayat Al-Hafizh Ismail al-Qadhi, dalam bab Shalawat ‘ala an-Naby. Imam Haitami menyebutkan dalam kitab Majma’ az-Zawaid, ia menganggap shahih hadits di atas. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun ummatnya di alam barzakh. Istighfar adalah do’a, dan do’a untuk ummatnya pasti bermanfaat. Ada lagi hadits lain: Rasulullah bersabda: Tidak seorangpun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu (H. R.
Mahal al-Qiyam, (Berdiri ketika Baca Barzanji)
                Ketika membaca Shalawat Barzanji biasanya orang-orang melantunkannya sambil berdiri yang dikenal dengan Mahal al-Qiyam. Bagaimana hukumnya?
                Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa berdiri ketika membaca shalawat adalah bid’ah syayyiah sebab tidak ada dalil yang membenarkannya, benarkah begitu?
                Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. merupakan ibadah yang sangat terpuji. Tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Salah satu cara untuk mengagungkan seseorang adalah dengan cara berdiri. Oleh karena itu boleh hukumnya berdiri ketika membaca shalawat nabi SAW. sebagaimana diterangkan dalam kitab al-Bayan wa al-Ta’rif al-Maulid al-Nabawi, halaman 29-30:
 
“Imam al-Barzanji dalam kitab maulidnya yang berbentuk

Artinya: “Berdirilah kamu menyambut ketuamu”. (Lihat buku sejarah Muhammad Rasulullah, karangan Mhd. Redha, halaman 238).
Dalam sejarah ini ternyata bahwa “berdiri” untuk menyambut kedatangan orang-orang besar dianjurkan oleh Nabi kita, Nabi Muhammad Saw.
Kesimpulan
Kesimpulan dalam masalah ini adalah:
Mengadakan perayaan-perayaan maulud tiap-tiap tahun adalah sunnat shukumnya, karena termasuk dalam ibadat memuliakan Nabi dan mengasihi Nabi, yang sangat dianjurkan oleh Tuhan dalam kitab sucinya.
-----------------------------oooOooo-----------------------------