Senin, 19 Mei 2014

Dipublikasikannya ulasan 'fatwa nyleneh' DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) "KH" Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy  yang menghukumi mubah (boleh) melihat gambar atau foto porno mengundang respon dari berbagai pihak, khususnya dari kalangan syabab HTI sendiri. (Baca: Astaghfirullah DPP HTI Nyatakan Kebolehan Melihat Gambar Porno).
Mereka (Syabab HTI) ramai-ramai mencemo'oh dan menuduh tulisan tersebut sebagai suatu fitnah dan kebohongan. Upaya untuk membantah adanya 'fatwa nyleneh' DPP HTI itupun dilakukan oleh beberapa pihak yang tidak terima dengan kenyataan (fakta) tersebut. Akhirnya, justru mereka (syabab HTI) yang ramai melakukan fitnah dan serangan membabi buta terhadap media yang mempublikasikannya, kecuali mereka yang diam karena mengetahui adanya 'fatwa nyleneh' tersebut.
Sebagian mereka berusaha membantah menggunakan publikasi resmi situs HTI (hizbut-tahrir.or.id) berupa tanya jawab tentang hukum menonton film di bioskop dan menonton film porno, yang dijawab oleh Amir HTI Atho' Abu Rasytah. Sebagian lainnya, bahkan menanyakan langsung kepada Juru Bicara (Jubir) HTI Ismail Yusanto via Twitter. Ismail Yusanto dalam akun twitternya mengaku tidak tahu dan memberitahukan bahwa pendapat HT adalah haram. (Baca blog: Inikah Klarifikasi DPP HTI Membolehkan Melihat Gambar Porno ?).

Klarifikasi juga dilakukan orang HTI bernama Fatih Mujahid yang ditulis dalam akun jejaring sosial facebook miliknya (29/4/2014). Fatih Mujahid mengaku bertanya langsung pada Syamsuddin Ramadhan dan menyatakan bahwa 'fatwa nyleneh" itu tidak benar yang mencatut nama beliau. Selanjutnya mengatakan bahwa sikap yang benar sebagaimana disampaikan Amir Hizbut Tahrir, tapi mengenai sikap dirinya sendiri tidak disampaikan oleh Syamsuddin Ramadhan. Terkesan lempar tangan, Syamsuddin Ramadhan hendak mengingkari apa yang pernah ditulisnya.
Baru saja saya bertemu dengan Ustadz Syamsuddin Ramadhan dan mengkonfirmasi soal fitnah yang ditujukan pada beliau. Semua tuduhan itu tidak benar, sikap yang benar sudah disampaikan oleh Amir Hizbut Tahrir dan itu yang benar. Bukan sebaran fitnah yang mengada-ada atas nama beliau.

Apa yang tersebar dengan mencatut dan fitnah keji atas nama beliau sungguh merupakan kebohongan orang-orang pembenci dakwah Islam Ideologis. dan lontaran fitnah semoga Allah membalas perbuatan keji itu.

Para Pembenci akan terus menyebarkan kebencian dan Para Pendengki akan tetap berbuat hasut. Sudah cukup tidak usah meladeni Kedengkian mereka, dan tidak usah menyebarkan fitnah mereka, biarkan Allah membalas apa yang mereka lakukan hari ini. Perjuangan ini sangat Mulia jangan dikotori dengan meladeni sikap orang-orang bodoh dan pendengki. Aku berlindung dari godaan setan terkutuk.
Namun, dalam klarifikasi yang lain, DPP HTI yang juga penulis buku "Panduan Lurus Memahami Khilafah Islamiyah Menurut Kitab Kuning" terang-terangan mengakui tulisan yang tersebar adalah benar-benar tulisannya. (29/4/2014)

Pernyataan itu dipublikasikan di situs Ma'had Taqiyuddin An Nabhani http://matanbjm.wordpress.com/2014/04/29/146/ dan orang HTI Farid Ma'ruf fb.com/faridmaruf1981/posts/10203710384779694 . Kali ini, Syamsuddin Ramadhan menyatakan bahwa itu ranah khilafiyah, ada pendapat boleh dan tidak. Kedudukan khilafiyah seperti masalah qunut. Syamsuddin Ramadhan mengaku mengikuti pendapat Amir HT, sedangkan tulisannya (yang membolehkan melihat gambar porno) dianggap terkoreksi.

"Ana tidak tahu apa motif dibalik disebarkannya tulisan ana tersebut", jelas Syamsuddin Ramadhan mengakui tulisannya seraya mempertanyakan motif penyebaran tulisannya itu.

Berikut teksnya:
KLARIFIKASI USTADZ SYAMSUDDIN RAMADHAN (VIA SMS) KE SAYA
TERKAIT TULISAN DI SALAH SATU MEDIA ONLINE

“Hal tersebut (melihat gambar porno) masuk dalam ranah khilafiyah (yang masih diperselisihkan hukumnya). Ada yang berpendapat boleh ada yang tidak. Sama seperti perbedaan pendapat dalam masalah qunut;nikah tanpa wali dan masalah2 khilafiyah lainnya. Namun, Syaikh ‘Atha Abu Rasytah (Amir Hizbut Tahrir) sudah mengeluarkan tulisan bahwa melihat gambar porno HUKUMNYA HARAM. Saya mengikuti pendapat beliau; sehingga tulisan itu (tulisan Ustadz Syamsuddin, red) terkoreksi. Jadi, tulisan itu sudah terkoreksi sejak amir hizb mengeluarkan nasyrah haramnya melihat gambar porno. Dan itu sudah ana sampaikan sejak terbitnya nasyrah tersebut. Ana tidak tahu apa motif dibalik disebarkannya tulisan ana tersebut. Allahummaghfirlanaa wa li ihkwaninaa. Amiin. Wassalamu ‘alaikum
Syamsuddin Ramadhan sebenarnya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mengakui tulisannya dan bertaubat rujuk atau mengingkari tulisannya dan hidup dalam kebohongan selamanya alias taqiyyah ala Syi'ah.
Upaya-upaya klarifikasi syabab HTI, harus menerima kenyataan bahwa tulisan di Muslimedianews.com bukanlah fitnah / bukan kebohongan / bukan tuduhan / bukan mencatut , melainkan kenyataan bahwa Syamsuddin Ramadhan pernah menyatakan bolehnya melihat gambar porno. (Simak: [Dokumentasi] Syabab HTI Fatih Mujahid Klarifikasi ‘Fatwa Nyleneh’ DPP HTI dan Upaya Klarifikasi Syabab HTI di Facebook?). Salah satu komentar dari sekian banyak komentar yang menjadi saksi tulisan Syamsuddin Ramadhan :
Arya Bima Cahyaatmaja : "Dulu memang pernah ada tulisan beliau yang mengatakan sebagaimana yang dikutip di atas. Itu pendapat pribadi, tapi banyak syabab HT yang membicarakannya dan menyebarluaskannya. Pendapat tersebut di akhir 2011 dibantah oleh Azizi Fathoni yang juga syabab HT:"

Ibnu Taimiyah Menampar Kaum Wahabi Yang Anti Bid’ah Hasanah






ibnu taimiyah menampar wahabi anti bidah hasanah
Gambar di atas adalah scan dari Kitab Wahabi, Majmu’ Fatawa Syaikh Ibni Taimiyah, juz 20 hal. 163, yang mengakui pembagian bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Teks tersebut, artinya begini:
“Pandangan yang menyalahi nash adalah bid’ah berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin. Sedangkan pandangan yang tidak diketahui menyalahinya, terkadang tidak dinamakan bid’ah. Al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bid’ah itu ada dua. Pertama, bid’ah yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan atsar sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Ini disebut bid’ah dhalalah. Kedua, bid’ah yang tidak menyalahi hal tersebut. Ini terkadang disebut bid’ah hasanah, berdasarkan perkataan Umar, “Inilah sebaik-baik bid’ah”. Pernyataan al-Syafi’i ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab al-Madkhal dengan sanad yang shahih.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, juz 20, hal. 163).
Pandangan Ibnu Taimiyah tersebut bertentangan dengan pandangan Wahabi yang menolak adanya bid’ah hasanah. Ini juga pukulan keras dan tamparan luar biasa Ibnu Taimiyah terhadap kaum Wahabi yang anti bid’ah hasanah. Adakalanya mereka masih menganggap Ibnu Taimiyah sebagai Syaikhul Islam, dan konsekuensinya harus mengikuti pendapatnya. adakalanya tidak menganggapnya Syaikhul Islam, konsekuensinya, berarti ajaran Wahabi memang tidak punya guru dan tidak punya sanad

Sabtu, 10 Mei 2014

MEMBACA SHOLAWAT DAN “ SAYYIDINA “ DI DALAM SHOLAT.



Banyak cara untuk menghormati Nabi, dan memuliakannya, dengan sebutan “sayyidina” tuan, beginda penghulu, yang mulya, tujuannya hanya penghormatan kepada Nabbi muhammad saw. hal ini dianjurkan di dalam syariat islam. Sebagaimana firman Allah SAW :

وسيدا وحسورا ونبيا من الصالحين                                           

Dan sebagai “Sayyid” (ikutan). Penahan diri (sebagai pengaruh hawa nafsu) dan seorang Nabi dan keturunan orang-orang shaleh. ( Al-Imran ayat 39).

انا سيد ولدادام يوم القيا مة ولا فخر.                                          

Aku adalah penghulu anak Anak Adam di hari qiyamat, dan bukanlah aku berbangga-bangga dengannya (HR. Akhmad, Attirmidzi, dan Ibnmu Majah, dari Abi Said). Dan sabda Nabi :

عن ابي هريرة قال: قال رسو ل الله صلعم . أنا سيد ولدادام يوم القيا مة واول من ينشق عنه القبر وأول شافع وأول مشفع . 

Dari Abu Hurairaah ra. Beliau berkata : “ Berkata Rosulllah saw. Saya penghulu anak Adam pada hari qiyamat, orang yang dahulu muncul dari kubur dari orang-orang yang paling dahulu dibenarkan memberi syafa’at. (HR. Muslim syrarah Muslim 15  halaman 37) (Dirowikan juga oleh Abu Daud Sunan Abu Daud 4 halaman 218). Juga termaktub kitab shsaheh muslim nomor : “4223”). “Menurt banyak hadist yang sangat shaheh, bahwa lafad“ Sayyidina” bukan penambahan dari bacaan sholawat, andaikata tidak termaktub di dalam hadist yang sangat shaheh tersebut bisa dibenarkan kalau sayyidina sebagai tambahan, sebagaimana yang diklaim oleh golongan wahabi, karena mungkin tidak menjumpai hadist diatas, atau memang ada maksud yang tersembunyi untuk tujuan tertentu.

BAGAIMANA DENGAN HADIST YANG TANPA “SAYYIDINA”, BAIK DI DALAM SHALAT ATAU DI LUAR SHOLAT. MEMBACA SHOLAWAH BANYAK MACAMNYA BAIK YANG DI CONTOHKAN NABI ATUPUN SHOLAWAT BUATAN PARA SAHABAT DAN ULAMA’, CONTOH :

 اللهم صل على محمد.                                                

Allahumma---sholli---alaa---Mukhammad. Sholawat macam ini, bisa dikatakan cukup, tidak mesti harus “Sayyidina” adapun bersayyidina lebih baik, karena sebagai cara ber’adzab(Bersopan santun kepada Nabi Mukhammad saw). Ada sholawat juga :

اللهم صل على محمدعبدك ورسولك كما صليت على ابراهم وبارك على محمدوعلى ال محمد كما باركت على ابراهم وال ابراهم .                                                      

Yaa Allah, turunkan rahmatMu atas Mukhammad, hambaMu dan Rosulmu, sebagaimana engkau telah menurunkan rahmat atas Ibrahim. Dan beri berkatlah Muhammad dan keluarga Mukhammad, sebagaimana berkat yang engkau berikan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. (HR.Bukhori shaheh Bukhori 4 halaman 76). Sholawat inipun tidak membatasi sholawat yang lain, bahkan dalam riwyat "Imam Akhmad, Muslim, Nasa’i dan Turmudzi", ada tambahan كما با ركت على ابراهيم انك حميد مجيد    dalam bertahyat, inipun tidak ada kalimat larangan tentang “bersayyidina”. Bahkan ada yang cukup sederhana :

التحيات المبا ركا ت الصلوات الطيبات الله السلام عليك ايها النبي ورحمة الله وبركاته السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين اشهد ان لااله الا الله واشهد ان محمد الرشول الله .( رواه أبو داودعن ابن عباس)      

Membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw. waktu membacanya ialah ketika duduk tasyahut akhir sesudah membaca tasyahut akhir. Adapun sholawat atas keluarga beliau menurut Imam Syafi’i tidak wajib melainkan sunnah. Bahkan dalam hadist yang lain :

عن ابن مسعود قال رسول الله صلعم. اذا صلى احدكم فليقل : التحيات المباركات الصلوات والطيبات السلام عليك ايها النبي ورحمة الله وبركاته السىلام علينا وعلى عبادالله الصالحين, اشهد ان لا اله الاالله واشهد ان محمد عبده ورسوله " ثم ليتخيرمن الدعاءاحبه اليه".                                                    

Dari ibnu Mas’ud. Rosulullah saw. bersabda, “ Apabila salah seorang di antara kamu shalat, hendaklah ia membaca tasyahud : Segala kehormatan, segala do’a, dan ucapan-ucapan yang baik kepunyaan Allah. Mudah-mudahan turunlah sejahtera atasmu hai Nabi, dan begitu juga Rahmat Allah dan karuniaNya. Mudah-mudahan dilimpahkan pula sejahtera atas kita sekalian, dan atas hamba-hamba Allah yang saleh-saleh (baik-baik). Aku bersaksi behwa tidak ada Tuhan yang sebenar-benarnya melainkan Allah, dan aku brsaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba da utusan-Nya. “ Sambungan hadist “. “ Kemudian hendaklah ia memilih do’a yang di kehendakinya “.( Riwayat Bukhori Muslim ). Jelas sambugan hadist tesebut, kita dianjurkan penambahan do’a apa saja yang dianggap mudah di dalam bertahyat, ” jadi tidak benar, fatwa Salafi Wahabi yang memfatwakan penambahan Sayyidina dan do’a yang dianggap bid’ah” Dengan dalil :

لاتسيد ني فى الصلاة                                               

Jangan ber “ Sayyidina “ kepadaku di dalam sembahyang. Hadist ini memang sejak lama populer di kalangan Wahabi, dari zaman Imam Romli ( wafat 1004 H ) sudah beredar juga, setelah di selidiki di dalam kitab hadist, ternyata tidak ada alias palsu, memang sengaja di buat-buat oleh orang yang berkepentingan, kalau di lihat sejarahnya nanak moyangnya Wahabi sangat memusuhi beginda Nabi, jadi tidak mustahil hal ini merupakan hadist buatan dari pihak wahabi, bahkan dalam nihayah dimkatakan :

أما حديث لاتسيد و ني فى الصلاة فبا طل لا اصل له كما قال بعض متأخرى الحفاظ.                  

Dan adapun hadist “La tusayyidunii fi sholah “ adalah hadist yang batil, tidak berdasar. Demilkian di katakan sebagian huffadz ( Nihayah 1 halaman 509 ).

ANJURAN MENGUCAPKAN LAFADH “ SAYYIDINA “ SEBAGAI BENTUK “BER’ADZAB”, BERSUNBER DARI AL-QUR’AN DAN AL-HADIST, JUGA PENDAPAT PARA ULAMA’ DIANTARANYA :

الأ ولى ذكرالسيا دة لأن الافضل سلوك الادب.                                  

Yang pertama menyebut “ Sayyid “ karena lebih utama dengan jalan sopan santun. ( al-Bajuri, Juz 1 halaman 156 ). Juga tersebut dalam kitab ( Nailul Author bagi Asy syaukani, pada juz ke 2 halaman 302 ).

وشتهرت زيادة سيدنا قبل محمد .( حا شية تحفةالمحتاج )                                

Dan telah masyhur fatwa yang mengatakan bahwa baik sekali di tambah perkataan “ Sayyidina “ sebelum menyebut nama Nabi Muhammad.( Hasyiyah tuhfah 1 halaman 268 ).

الاولى ذكر السيادةلأن الأفضل سلوك الأدب ( اعا نة الطا لبين)                             

Dan adalah yang lebih baik mengucapkan “ Sayyidina “ sebelum nama Nabi, karena yang afdhol adalah bersopan terhadap Nabi. ( I’anatut Tholoibin 1 halaman 169 ).

واعتمد الجلال لمحلي أي فى غير شر حه أن الأفضال زياد تها وأطال فى ذلك وقال : ان حديث لا تسيدو ني فى الصلاة باطل . ( حا شية تحفةالمحتاج ).                                                

Dan memegang teguh Syaikh Jalaluddin al-Mahalli akan fatwa yang menyatakan bahwasanya yang lebih afdhol adalah menanmbahkan “ Sayyidina “ Fatwa ini, diuraikan panjang lebar oleh beliau, tetapi bukan dalam kitabnya Syarah Manhaj. Adapun Hadist yang menyatakan “ “ Janganlah kamu ber Sayyididina “ kepadaku dalam sembahyang “ adalah hadist mungkar yang di buat-buat, ya’ni hadist maudhuk”.( Hasyiyah Tuhfah 1 halaman 368).

PENGARANG DAN PENSYARAH KITAB MANHAJ, KARANGAN “ IMAM NAWAWI “ BEGINI :

نعم !. لا يضر زيادة ميم فى عليك ولا يانداء قبل ايها ولا وحده لاشريك له بعد أشهد أن لا اله الا الله. لورودها فى رواية كما قاله شيخنا ولا زيادة عبده مع رسو له ولا زيادة " سيدنا " قبل محمد . هنا وفى الصلا ة عليه الاتية بل هو أفضل لأن فيه سلوك الأ دب امتثال الأمر.                                              

Ya ! Tidak merusak (dalam tasyahhud ) menambah huruf “ mim “ pada” alaika “, begitu juga menambah “ wahdahu “ laa syariikalah “ sesudah “ asyhadu an laa Ilaaha Illallaah”, begitujuga menambah “ abduhuu sebelum lafadz “warosuuluh” begitu juga menambah “ Sayyidinaa “ sebelum naman Mukhammad ( DALAM TASYAHHUD ATAU ALAM SHOLAWAT ), tetapi membaca” Sayyidinaa” lebih afdhol dan kita sudah menjalankan perintah Nabi serentak dengan memuliakan dan menghormati Nabi. ( Qolyubi 1 halaman 167 ). Juga dijelaskan dalam kitab ( Sa’datut Durain halaman 11 ). Jadi tidak benar tuduhan wahabi panambahan di dalamtahyat dikatakan bid’ah, “ sedangkan wahabi tidak sadar telah berbat bid’ah seperti taraweh membaca surat al-qur’an sampai khatam dalam satu bulan juga menetapkannya tidak ada perintah, juga do’a hatmil Qur’an yang di baca tak sedikitpun hadis yang menjelaskannya, juga bacaan “ robbanaa walakal hamdu yang dibaca keras belum ada conto secuilpun dari Nabi, jelas itu perbuatan bid’ah”.

Lihat dalam kumpulan fatwa ulama’ Wahabi ketika ditanya tentang hadist yang shaheh dalam bacaan hatmol-Qur,an ? apa jawa mereka “ Saya tidak mengetahui adanya dalil shaheh yang dapat dimjadikan sandaran untuk melakukan do’a hatmilQur’an  dalam sholat, baik dari sunnah Nabi atupun sunnah sahabat. “Tappi kenapa dikerjakan”, tampaknya Wahabi ini ulama’nya saja “ kuprul “ hal ini di jelaskan dlam kitab kumpulan fatwa Wahabi, seperti Ibnu Baz, Ustaimin, Abdullah al-Jibrin, Saleh bnu Fauzan (Al-Bid’ah Wa al-Muhadzastat, 554 ). Bahkan dalamkitab “ Dailami “ Yang bernama “ Musnadul Fairdaus “ :

اذا صليتم علي فأحسنواالصلا ة فانكم لاتدرون لعل ذلك يعرض علي قو لو........( أخرجهالديلمي فى مسند الفردوس عن ابن مسعود ر.ض.)                                                         

Apabila kamu bersholawat kepadaku, maka ucapkanlah dengan sebaik-baiknya karena kamu tidak tahu bahwa mungkin sholawat itu di hadapkan kepadaku. ( Hadist ini dirowikan Dailami dalam kitab Musnadul Firdaus ---Sa’adatut Durain ---Karangan Ismail bin Yusuf Nabhani ---halaman 57 ). Juga firman Allah SWA. :

لاتجعلوا دعاءالرسول بينكم كدعاء بعضكم بعضا ( النور ).                        

Jaganlah kamu memanggil Rosul sebagaimana panggilan sesama kamu ( An-Nur : 63 ).

والله اعلم بالصواب.                                                    

KERANCUAN PEMAHAMAN WAHABI TENTANG BID’AH.


Wahabi memahami selruh bid’ah sebagai kesesatan tanpa kecuali dengan dalil :

فان خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الامور محدثا ته وكل بدعةضلا لة .            

Sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah firman Allah dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhamad saw. dan seburu-buruk perkara adalah yang di buat-buat, dan setiap bid’ah itu sesat. Dan dali ini yang dianggap ampuh juga ialah :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد . ( شرح مسلم ).                                 

Barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak (    HR. Imam Muslim Syarah Muslim, juz 12 halaman 16 ).

Akan tetapi pemahaman Wahabi ini mengutip dari kitab pemsyarah syaheh Muslim mau, akan tetapi pemahaman yang di sampaikan pensyrah shaheh muslim itu sendiri tidak mau, ini bukti penyimpangan dan liarnya pemahaman wahabi ini, sebagaimana yang di jelaskan syarah Muslim di bawah ini :

قو له صل الله عليه وسلم." وكل بدعة ضلا لة, هذا عام مخصوص والمراد به غالب البدعة ".            

“ Sabda Rosulullah saw. “ Kullu bid’atin dholalh ” umum yang di maksud adalah sebagian bid’ah ( sebagian bid’ah yang menyimpang dari syari’at yang sesat . ( Syarah shaheh Muslim, juz 6 halaman 154 ). Ini bukti penyimpangan Wahabi dari kaidah yang sebenarnya,bahkan Imam Nawawi melanjutkan penjelasannya :

قاذا عرف ماذكرته , علم أن الحديث من العام المخصوص. وكذا أشبهه من الاحاديث الواردة. ويؤيد ما قلناه قول عمر بن الخطاب رصي الله عنه في ترويح : " نعمة البدعة "                                  

“ Jika apa yang telah aku turunkan difahami, maka deketahui bahwa hadist ini termasuk hadist umum yang di khusushkan. Begitu juga beberapa hadist yang serupa dengannya. Apa yang saya katakan ini di dukung oleh perkataan Umar ibn al-Khoththab ra. Tentang sholat taraweh: “ Berjamaah di bulan ramadhan “. ( Syrah shaheh Muslim 6 halaman 154). Selanjutnya pensyarah shaheh Muslim lebih jauh mengatakan :

البد عة بكسر الباء هي احداث مالم يكن فى عهد رسول الله صلعم . وهي منقسمة الى حسنة وقبيحة.          

“Bid’ah” Dengan dibaca kasroh huruf baknya, menurut syara’ adalah mengerjakan perkara baru yang tidak ada di masa Rosulullah saw. Dan bid’ah itu terbagi kepada 2 bagian, yaitu : Bid’ah hasanah dan bid’ah Qobihah (buruk). “Jadi bid’ah mengerjakan perkara baru yang tidak ada di masa Rosulullah saw, bukan sebagaimana yang di manipulasi Wahabi, yang katanya bid’ah lughot, atau secara bahas.

BID’AH HASANAH DIPERKUAT OLEH IMAM SYAFI’I DAN PENSYARAH SHAHEHA AL-BUKHORI. DAN IMAM SYAFI’I PERNAH BERKATA :

البدعة بدعتان : محمودة ومذمو مة , فما واقف السنة فهو محمو د , وما خلفها فهو مذ موم .             

Bid’ah itu 2 macam, satu bid’ah terpuji dan yang lain bid’ah tercela. Bid’ah terpuji ialah yang sesuai dengan sunnah Nabi, dan bid’ah yang tercela ialah yang tidak sesuai atau menentang sunnah Nabi. ( Fathul Bari juz 17 halaman 10 ). Juga yang sesuai dengan riwayat Abu Nuaim, yaitu Imam al-Baihaqi ahli hadist yang terkenal menerangkan dalam kitab manaqib Asy syafi’I,  bahwa Imam Syafi’i pernah berkata :

المحد ثات ضربان : ما احدث يخالف كتابا أو سنة أوأثر أواجماعا فهده بد عة الضلا ل وما أحدث من الخير لا يخالف شيئا من ذلك فهي محدثة غيرمذمومة .                                       

Pekerjaan yang baruitu 2 macam : 1. Pekerjaan keagamaan yang menetang atau berlainan dengan Qur’an Sunnah Nabi, astar dan Ijma’ ini dinamakan “ bid’ah dholalah “ 2. Pekerjaa keagamaan yang baik, yang tidak menentang salah satu dari yang tersebut di atas, adalah bid’ah juga tetapi tidak tercela. (Fathul Bari 17 halaman 10 ). Bahkan lebih tegas lagi, pendapat Ibnuhajar al-Astkolani ini, sebagai penyarah shaheh al-bukhori, membenarkan ualama’ yang membagi bid’ah menjadi 5 bagian, ( Fathul Bari juz 17 halaman 10 ). Lalu dari mana orang Wahabi bid’ah yang di maksud Imam Syafi’i adalah bid’ah secara bahasa kalau bukan pembohong besar. Juga termaktub dalam kitab “ Umdul Qori’ syarah shaheh al-Bukhori “ mengatakan :

والبدعة فى الأصل احداث أمر لم يكن فى زمان رسو ل االله صلعم . ثم البدعة نوعين ان كان مما يندرج تحت محتحسن فى الشرع فهى بدعة حسنة وان كان مما يندرج تحت مستقبح فى الشرع فهي بدعة مستقبحة .           

Dan pada mulanya yang di namakan bid’ah adalah melakukan suatu perbuatan baru yang tidak ada di zaman Rosulullah saw. Kemudian bid’ah itu terbagi menjadi 2 bagian. Apabila bid’ah itu masuk kedalam lingkungan sesuatu yang di anggap baik menurut syara’ maka di namakan bid’ah “ hasanah “ Dan jika bid’ah itumasuk ke dalam lingkunga yang buruk menurut syara’ maka di namakan bid’ah mustaqobihah, ( buru). Jadi jelas menurut Imam Syafi’i dan pensyarah bukhori dan Muslim ini, bahwa bid’ah bukan bagian dari hukum Syar’i,
Karena nanti apabila bid’ah menerima hukum yang lima, wajib, Sunnah,Haram, Makruh ataupun Mubah, sebagaimana yang di tahqiqi oleh Sulthonul Ulam’ Izzuddin ibnu Abdis Salam, yang membagi bid’ah menjadi lima. Dan semua Ulama’ Ahlus sunnah Wal-Jamaah sepakat bahwa secara global bahwa bid’ah di bagi menjadi 2, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dholalah. Sebagaimana sabda Nabi kita Muhammad saw. sebagai berikut :

من سن سنة فى الاسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها لا ينقص من أجو رهم شيئ , ومن سن فى الاسلام سيئة فعمل بها بعد كتب عليه مثل وزرمن عمل بها ولا ينقص من أوزار هم شيئ .            

Barangsiapa yang mengadakan dalam islam sunnah hasanah ( sunnah yang baik ) maka di amalkan oleh orang kemudian sunnahnya itu, di berikan kepadanya pahala sebagai pahala oang yang mengerjakan kemudian dengan tidak mengurangkan sedikit juga dari pahala orang yang mengerjakan kemudian itu. Dan barangsiapa yang mengadakan dalam islam sunnah sayyi’ah (sunnah buruk) maka di amalkan orang kemudian sunnah buruknya itu, diberikan kepadanya dosa,seperti dosa orang yang mengerjakan kemudian dengan tidak di kurangi sedikitpun juga dari dosa orang yang mengerjakan kemudian itu. ( Shaheh Muslim fi Syarhin Nawawi jlid 4 halaman 104-105 cet. “ Darul fiqri” Bairut Libanon bersumber dari Nabi mukhammad saw. Juga Syarah Muslim juz  14 halaman 226 ). Ternyata di dalam hadist ini, setiap orang muslim di anjurkan mengadakan sunnah yang bagus, dan di larang mengadakan sunnah yang jelek ( sunnah yang buruk ). “ Ternyata pendapat Ulama’ ahlus sunnah Wal-Jama’ah sesuai dengan apa yang di sabdakan Nabi Muhammad saw.

والله اعلم باالصواب .