Pelaksanaan doa qunut ini dibaca pada
raka’at terakhir setelah selesai membaca doa i’tidal, yakni setelah
bangun dari ruku’ pada raka’at terakhir dan setelah selesai membaca do’a
i’tidal itu.
Mengenai hukum membaca do’a Qunut ini
menurut madzhab Syafi’i ialah Sunnah hukumnya (yakni suatu perbuatan atau
amalan/doa yang biasa dilakukan oleh Nabi, yang sifatnya tidak wajib). Sedang
menurut Imam Maliki, doa Qunut ini hukumnya mustahab (suatu amal perbuatan/doa
yang disukai oleh Nabi saw.).
Pendapat di atas adalah beralasan kuat, di antaranya:
Artinya: “Dari Annas r.a. berkata:
Rasulullah saw, senantiasa melakukan qunut shubuh sehingga beliau meninggal
dunia”. (HR. Jama’atul Hufazh)
Dalam hadits lain dijelaskan sebagai
berikut:
Artinya : “Dari Abi Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw adalah apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat
Shubuh di raka’at yang kedua, beliau mengangkat kedua belah tangannya, lalu
beliau berdo’a dengan do’a ini: Allaahummah Dinii fii Man Haadaita wa ‘Aafini
fii man “Aafaita, hingga akhir hadis.” (HR. Hakim).
Dalam membaca doa qunut itu hendaklah
kita sambil mengangkat kedua tangan kita seraya mengeraskan bacaannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:
Artinya: “Dari Saidina Anas bin Malik,
bahwasanya Rasulullah saw. qunut satu bulan mendoakan celaka bagi orang-orang
itu kemudian qunut itu ditinggalkan beliau. Adapun di waktu subuh maka beliau
selalu qunut sampai beliau meninggal dunia” (HR. Imam Baihaqi dan
Daruquthni – Baihaqi II halaman 200).
Telah diriwayatkan begini:
Artinya: “Dari Anas, bahwa ia ditanya
orang tentang qunut dalam sembahyang Subuh, sebelum ruku’ atau sesudah ruku’,
maka jawabnya: Kedua-duanya kami buat.” (HR. Imam Ibnu Majah – Ibnu
Majah I hal. 359 - 360).
Jadi,
Anas bin Malik berqunut pada sembahyang Subuh, Anas bin Malik adalah seorang
sahabat Nabi yang utama, yang mengkhidmati Nabi selama 10 tahun.
Adalah
masuk akal bahwa perbuatan beliau itu dilihat oleh nabi dan telah ditetapkan
oleh Nabi.
Artinya: “Dari Awam bin Hamzah, beliau
berkata: Saya bertanya kepada Abu Utsman tentang qunut pada sembahyang Subuh,
beliau menjawab, sesudah ruku’. Saya bertanya lagi, fatwa siapa itu? Jawabnya
fatwa Abu Bakar, Umar, Utsman ra”. (HR.
Imam Baihaqi – lihat Baihaqi II hal. 202).
Dalam riwayat ini ternyata bahwa 3 orang
Khalifah Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman qunut pada sembahyang Subuh
sesudah ruku’.
Khalifah-khalifah
Rasyidin itu adalah ikutan Ummat Islam, karena Nabi Muhammad Saw. menyuruh umat
Islam supaya mengikuti kepada beliau-beliau itu.
Artinya: “Dari Barra bin ‘Azib ra.
beliau berkata : Bahwasanya Nabi Muhammad Saw. qunut pada sembahyang Subuh” (Sunan
Abu Daud II hal. 68).
Jelas sekali bahwa Nabi kita Nabi
Muhammad Saw. ada berqunut pada sembahyang Subuh, dan kita pun harus qunut pula
karena Nabi kita itu adalah ikutan yang baik bagi kita.
Adapun
do’a qunut yang lebih baik ialah “Allahummahdini” sampai kepada akhirnya.
Bacalah
terus hadis-hadis di bawah ini:
Telah diriwayatkan begini:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. adalah Rasulullah
saw. qunut pada sembahyang subuh dan pada sembahyang witir malam dengan
kalimat-kalimat ini: Allahummahdini sampai akhirnya”. (HR. Imam Baihaqi
– Lihat Juzu’ II hal. 210).
Artinya: “Dari Abi Rafi’ ra. ia
berkata: Aku pernah shalat di belakang Umar bin Khathab ra. maka dibacalah doa
qunut sesudah ruku’, dan mengangkat kedua tangannya serta mengeraskan bacaan
doanya itu”. (HR. Baihaqi).
Setelah melihat uraian di atas, maka
jelaslah bahwa pembacaan doa qunut dalam shalat Subuh itu benar-benar menurut
Sunnah Rasulullah saw, maka dari itu tepatlah apabila kaum Ahlussunnah wal
Jama’ah senantiasa mengamalkannya secara konsekuen. Adapun bagi kaum selain
Ahlussunnah wal Jama’ah tentu saja tidak mau mengamalkannya, dan dengan
mengajukan berbagai alasan agar tindakan mereka itu dinyatakan yang paling
benar. Padahal justru yang diamalkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama’ahlah yang
benar-benar berdasarkan Sunnah Rasulullah saw.
Mereka yang tidak mau mengamalkan do’a
qunut pada shalat shubuh biasanya beralasan hadis yang menegaskan tentang qunut
Nazilah sebagai berikut:
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. bahwa
Nab saw. berdoa qunut dalam shalat shubuh, hingga katanya: Kemudian sampai
kabar kepada kami bahwa qunut itu telah ditinggalkannya tatkala turun ayat: ITU
BUKAN URUSAN ENGKAU HAI MUHAMMAD APA ALLAH MEMBERI TAUBAT MEREKA, ATAU
MENGADZAB MEREKA SEBAB MEREKA ORANG YANG ANIAYA”. (HR. Muslim).
Maka dengan dalil-dalil ini nyatalah
bahwa hadis-hadis qunut itu tersebut dalam kitab-kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah,
Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqi.
Sebetulnya
sudah termaktub di salah satu Bukhari dan Muslim dan sudah diakui ulama seluruh
dunia. Apalagi hadis-hadis shohih lain sama meriwayatkannya, lalu dari mana
Ibnu Taimiyah menuduh bid’ah, yang katanya Al-Asyja’i bertanya kepada bapaknya
pernah shalat di belakang sahabat yang katanya qunut itu bid’ah, sungguh
pembohong besar. Orang-orang Wahabi itu, juga Imam Anas yang meriwayatkan hadis
tersebut 10 tahun bersama dengan Nabi. Siapakah Ibnu Taimiyah itu? Kami persilakan
Anda meneliti biografinya dalam kitab Syawahidul Haq As-Syech Yusuf bin Ismail
An-Nabawy. Dan dia menuduh Allah mempunyai muka, mempunyai tangan, mempunyai
kaki, mulut, mata dan sebagainya dan turun seperti saya dari mimbar dari tangga
yang satu, kedua dan seterusnya. Tuhan dianggap bersila di atas arasy, sama
seperti duduknya manusia, maka tidak heran kalau Wahabi Indonesia ketika
berdo’a waktu baca khutbah mengacungkan tangan ke atas (ke langit)
karena beranggapan Tuhan ada dari atas bersila di langit, silakan cari hadisnya
sampai kiamat pun tidak akan pernah ada, sungguh kufur dan menyesatkan.
Bukankah Allah itu
ليس كمثله شيء وهو
السميع العليم
ولم يكن له كفوا احد
Tuhan tidak sama dengan apa saja yang ada
di bumi dan di langit. Sungguh telah musyrik dia meninggal (728 H) setelah di
abad berlalu dari masa Rasulullah dan para sahabatnya. Jadi ratusan tahun dari
perawi hadis tersebut, lalu dari mana dia itu menuduh doa qunut itu bid’ah
kalau tidak pembohong besar. Ulama mana yang berani berbohong kalau-kalau
landasan hukum sudah termaktub dalam hadis Bukhori dan Muslim, kalau bukan
ulama Wahabi. Kenapa orang Wahabi sangat menentang kepada paham ahlu sunnah wal
jama’ah, karena gembongnya seperti Musailamah Al-Kaddzab (Nabi palsu), selaras
dengan Dzul Khuwaishiroh dari keturunan Tamim, ketika ummat Islam menang dalam
peperangan Thaif dan Hunain, orang yang mendapat harta rampasan yang paling
banyak ialah orang yang pertama masuk Islam (Ghorimah). Tiba-tiba muncul Dzul
Khuwaisyirah tadi dan membentak kepada Muhammad. “Berlaku adillah hai
Muhammad”. Lalu Rasul menjawab, “Celakalah engkau, kalau aku saja tidak
dianggap berbuat adil”. Lalu Umar berdiri, “Biar aku yang akan memenggal
lehernya ya Rasul, Rasul menjawab, “Biarkan saja dia akan melahirkan keturunan
“sok membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongannya, iman mereka
bagaikan anak busur panah yang menembus pada binatang buruannya, artinya
kesesatan mereka sulit akan kembali pada jalan yang benar (kembali pada faham
ahlu sunnah wal jama’ah)”. Karena sejak jaman Rasul sudah di-nash
dengan kata-kata “celaka”, artinya faham tersebut selamanya akan
celaka. Banyak hadis-hadis Rasul yang menetapkan bahwa faham selain
ahlu sunnah wal jama’ah akan hancur. Sebagaimana
termaktub di hadis Salafi Wahabi, begitulah benih-benih Wahabi sudah muncul di
Zaman Rasul, semoga kita dapat mengantisipasinya.
---ooo0ooo---
والله اعلم بالصواب