HADITS KE-1
Artinya :
"Pegang teguhlah Sunnah aku dan sunnah Khalifah-Khalifah Rasyidin sesudah aku, pegang teguhlah dengan gerahammu”. (Hadits riwayat Imam Abu Daud dan Tirmidzi. Lihat Sunan Abu Daud Juzu’ II hal. 201)
"Pegang teguhlah Sunnah aku dan sunnah Khalifah-Khalifah Rasyidin sesudah aku, pegang teguhlah dengan gerahammu”. (Hadits riwayat Imam Abu Daud dan Tirmidzi. Lihat Sunan Abu Daud Juzu’ II hal. 201)
Nabi bersabda,
Artinya :
“Bahwasanya
Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah (firqah) dan akan
berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya masuk neraka kecuali satu”.
Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini
bertanya, “Siapakah yang satu itu ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, “Yang satu itu ialah orang
yang berpegang (beri i’tiqad) sebagai peganganku (i’tiqadku) dan pegangan
sahabat-sahabatku”. (Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, lihat Shahih Tirmidzi
juz X)
HADITS KE-3
Tersebut
dalam kitab Thabrani, bahwa Nabi bersabda:
Artinya :
“Demi
Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di tangan-Nya, akan berfirqah ummatku
sebanyak 73 firqah yang satu masuk surga dan yang lain masuk neraka”.
Bertanya para sahabat, “Siapakah firqah
(yang tidak masuk neraka) itu ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, “Ahlussunnah wal Jama’ah”.
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Thabrani).
Hadits
yang serupa ini artinya tersebut juga dalam kitab “Al-Milal wan Nihal” juz I
halaman 11, karangan Syahrastani (wafat: 548 H).
HADITS
KE-4
Artinya : “Menyampaikan Rasullah SAW akan pecah
ummatku menjadi 73 golongan, yang selamat satu golongan dan sisanya hancur,
ditanya siapakah yang selamat Rasulullah? Beliau menjawab, “Ahlussunnah wal
Jama’ah”, Beliau ditanya lagi apa maksud dari Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau
menjawab, “Golongan yang mengikuti sunnahku dan sunnah sahabatku”.
HADITS KE-5
Kemudian beliau memberi kami nasehat:
Artinya:
“Saya
beri wasiati kamu sekalian supaya kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan
patuh kepada Kepala (Ulil Amri), walaupun Ulil Amri itu orang berkulit hitam
sekalipun. Selanjutnya beliau mewasiatkan; siapa yang hidup lama di antara kamu
kemudian aku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Pada waktu itu
hendaklah kamu mengikut Sunnahku dan Sunnah Khalifah-khalifah Rasyidin yang
dapat petunjuk yang benar. Pegang teguh semua itu dan gigitlah dengan
gerahammu. Jauhilah perkara baru yang diada-adakan (bid’ah), karena “semua”
yang baru yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan “semua bid’ah” itu adalah
sesat”. (HR. Abu Daud lihat Sunan Abu Daud juz 4 – hal 201)
HADITS KE-6
Nabi Muhammad SAW bersabda:
Artinya:
Dari
Mu’adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah SAW ketika mengutusnya ke Yaman
bertanya kepada Muadz: “Bagaimana caranya engkau memutuskan perkara yang dibawa
ke hadapanmu?”
“Saya akan memutuskannya menurut yang
tersebut dalam Kitabullah”; kata Muadz.
Nabi bertanya lagi: “Kalau engkau tidak
menemukannya dalam Kitabullah, bagaimana?”
Jawab Muadz: “Saya akan memutuskannya
menurut Sunnah Rasul”.
Nabi bertanya lagi: “Kalau engkau tak
menemui itu dalam sunnah Rasul, bagaimana?”
Muadz menjawab: “Ketika itu saya akan
ber-ijtihad, tanpa bimbang sedikitpun”.
Mendengar jawaban itu Nabi Muhammad SAW
meletakkan tangannya ke dadanya dan berkata:
“Semua puji bagi Allah yang telah memberi
taufiq utusan Rasulullah sehingga menyenangkan hati RasulNya.”
(Hadits
Riwayat Imam Tirmidzi dan Abu Daud – Sahih Tirmidzi juz II, hal. 68 – 69, dan
Sunnah Abu Daud, juz III – halaman 303).
Dalam hadits ini Imam Mujtahid diberi izin
seluas-luasnya untuk ber-ijtihad bilamana hukum-hukum sesuatu tidak ditemui dalam Al-Qur’an
dan Hadits.
Ternyata dalam hadits ini Muadz bin Jabal dianjurkan berbuat “BID’AH HASANAH” seluas-luasnya.
HADITS
KE-7
Dalam kitab Hadits Bukhari tersebut:
Artinya:
Dari
Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata: “Saya keluar bersama Sayyidina
Umar bin Khattab (Khalifah Rasyidin) pada suatu malam bulan Ramadhan ke masjid
Madinah.
Didapati dalam masjid itu orang-orang
sembahyang tarawih bercerai-cerai. Ada yang sembahyang sendiri-sendiri, dan ada
yang sembahyang dengan beberapa orang di belakangnya. Maka Sayyidina Umar
berkata, “Saya berpendapat akan mempersatukan orang-orang ini. Kalau disatukan
dengan seorang imam sesungguhnya lebih baik, serupa dengan sembahyang
Rasulullah”. Maka beliau satukan orang-orang itu sembahyang di belakang seorang
imam, namanya Ubai bin Ka’ab.
Kemudian pada suatu malam kami datang
lagi ke masjid, lalu kami melihat orang sembahyang berkaum-kaum di belakang
seorang imam. Sayyidina Umar berkata: “Ini adalah bid’ah yang baik”. (Shahih
Bukhari I – hal. 242)
Hadits ini
tersebut juga dalam kitab “Muwatha’ Imam Mali k, Juz I – hal. 136 – 137.
Ternyatalah
dari riwayat ini bahwa sembahyang tarawih berjama’ah terus menerus dalam bulan
Ramadhan adalah pekerjaan bid’ah karena tidak dikenal pada zaman Nabi. Tetapi
bid’ahnya menurut Sayyidina Umar, adalah baik, – bid’ah hasanah.
HADITS KE-8
Artinya:
Dari Saib
bin Yazid beliau berkata: “Adalah azan di waktu Jum’at permulaannya apabila
duduk Imam di ats mimbar pada zaman Nabi, pada masa Abu Bakar dan Umar ra.
Ketika zaman Utsman ra. dimana orang sudah bertambah banyak maka beliau
(Sayyidina Utsman) menambah azan yang ketiga di atas zaura.
(HR. Bukhari – Shahih Bukhari I – halaman
116)
Hadits
ini menyatakan bahwa pada zaman Nabi dan masa Khalifah Abu Bakar dan Umar ra.
azan waktu sembahyang Jum’at ada dua kali (satu azan dan qamat). Kemudian
setelah manusia berkembang ditambah azan yang ketiga, (sekarang dinamai azan
pertama) dalam sembahyang Jum’at.
Dengan
demikian maka azan-azan yang pertama itu adalah “bid’ah” hasanah
yang diadakan oleh Khalifah Rasyidin Sayyidina Utsman, yang kita diperintahkan
oleh Nabi untuk mengikutinya.
Selain
membukukan Qur’an, sembahyang tarawih berjama’ah terus-menerus pada bulan
Ramadhan dan azan pertama pada waktu sembahyang Jum’at, ada lagi beberapa
masalah agama lainnya yang diadakan oleh Khalifah-khalifah Rasyidin Abu Bakar,
Umar, Utsman, dan Ali ra.
Ummat
Islam diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw, supaya mengikuti sunnah Khalifah
Rasyidin itu.
Barangsiapa
yang tidak mau mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin, berarti tidak mengikuti
sunnah Nabi. Na’udzubillah!
HADITS
KE-9
Beliau berkata begini:
Artinya:
Bahwasanya
Huzaifah bin Yaman datang kepada Sayyidina Utsman (Khalifah ketiga). Ketika itu
Huzaifah mengepalai jihad di daerah Syam dalam memerangi Armini dan Azarbaiyan.
Huzaifah sangat terkejut mendengar perbedaan-perbedaan prajurit dalam membaca
Al-Qur’an. Maka datanglah Huzaifah kepada Khalifah Utsman bin Affan, lalu
beliau berkata: “Hai Khalifah, buru-burulah menolong ummat Islam sebelum mereka
berselisih tentang kitab suci sebagai perselisihan Yahudi dan Nashara”.
Maka Sayyidina Utsman meminta kepada Siti
Hafasah agar kumpulan Qur’an yang ada di tangan beliau diberikan kepadanya
untuk disalin dan kemudian dikembalikan.
Maka Siti Hafsah memberikan mushaf yang
disimpannya itu kepada Sayyidina Utsman bin Affan yang ketika itu menjadi
Khalifah ke-3.
Sayyidina Utsman menunjuk empat orang
sahabat untuk menyalin Qur’an itu,
yaitu:
1. Zaid
bin Tsabit, penulis wahyu di zaman Rasulullah,
2. Abdullah
bin Zuber,
3. Said
bin ‘Ash,
4. Abdurrahman
bin Harits bin Hisyam.
Dari uraian kedua hadits Bukhari nampak
bahwa menuliskan Qur’an dalam satu mushaf adalah sunnah Khalifah Rasyidin yang
belum dikenal pada zaman Nabi.
Ini boleh juga dikatakan bid’ah, tetapi bid’ah
hasanah, yaitu bid’ah yang baik.
(H.R. Bukhari, lihat Fathul Bari X, hal.
390 – 396)
Dari keterangan hadits 1 sampai 5, betapa
kita diwajibkan untuk mengikuti sunnah para sahabat yang tidak dikenal pada
zaman Rasulullah Saw. Bahkan dalam hadits yang ke-4 selain ahlu sunnah wal
jama’ah akan hancur. Dari keterangan hadits yang ke-6 pada zaman Rasulullah,
cuma gandum, lembu emas dan perak. Tetapi pada zaman sekarang, padi, kerbau,
uang kertas tidak dikenal (tidak ada haditsnya) akan tetapi tetap wajib
dikeluarkan zakatnya. Ini juga bid’ah hasanah.
Dari keterangan hadits 7 – 9, betapa
banyak bid’ah-bid’ah hasanah pada zaman sahabat. Bahkan Sayyidina Umar r.a.
dengan terang mengatakan ini adalah bid’ah yang
baik. Maka dengan demikian, pantaslah seperti imam mujtahid yang hafal ratusan
ribu hadits yang membagikan 2 kelompok besar, bid’ah hasanah dan madhmumah.
Dengan penjelasan hadits di atas yang dimaksud
Dari potongan hadits yang ke-5 di atas dapat diambil maksud,
“Ikutilah Sunnahku”, kata Nabi, “dan Sunnah Sahabatku baru”, bid’ah yang
baru/menyimpang dari syari’at Islam yang baru dikatakan sesat, karena sangat
banyak sekali bersangkutan dengan banyak hadits-hadits yang lain. Jika tidak
asal bicara, usholli bid’ah, tahlil, maulid Nabi, yasinan sesat, baca burdah
sesat. Kalau memahami hadits serampangan seperti ini semua sesat dengan
sendirinya orang yang mengatakan sesat. Dia tidak merasa tiap hari melakukan
kesesatan, mengapa tidak, Nabi pakai sorban, jubah, naik onta. Nah coba
bayangkan sendiri, masjid pada saat itu, masjid Quba cuma dikelilingi tembok,
tidak ada mihrob, menara dan sebagainya. Lebih jelas lagi sebagaimana yang
termaktup hadits muslim.
Juga Nabi SAW pernah
berkata:
Artinya : “Barangsiapa mengadakan sunnah yang bagus
dalam Islam, maka diamalkan oleh orang kemudian, diberikan pahala sebagai
pahala orang mengerjakan kemudian, dan tidak akan dikurangkan sedikitpun. Dan
barangsiapa mengerjakan sunnah yang jelek diamalkan oleh orang, maka akan
mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan kemudian, dan tidak
dikurangkan sedikitpun
(HR. Muslim, syarah Muslim XIV
– hal. 226)
Jelas sekali kita dianjurkan mengadakan sunnah hasanah
(Bid’ah Hasanah), dalam hadits Muslim kita dianjurkan mengerjakan Bid’ah
Hasanah asal tidak bertentangan dengan syareat Islam.
1. Rosul mendengar sandal,
sahabat Bilal di surga. Dengan apa engkau mendahului aku ke surga? Bilal
menjawab, aku belum pernah berwudlu baik siang maupun malam kecuali aku
melanjutkan dengan sholat sunnat 2 rokaat yang aku tentukan waktunya, padahal
Rosul tidak menyareatkan. (
Lihat Bukhari Muslim, (1149) (6274) )
2. Ibnu Abbas mundur dari
barisan jamaah sholat Rasulullah atas inisiatifnya sendiri. Rosul bertanya,
“Kenapa kamu mundur?, Ibnu Abbas menjawab, “Tidak selayaknya seorang makmum
lurus di sampingmu ya Rosul”, Nabi senang mendengar jawaban tadi sampai
sekarang menjadi ketetapan. ( Imam Ahmad (3061) )
Inilah faham ahlu sunnah wal jama’ah yang selalu berpegang
teguh pada sunnah Rasul dan para sahabatnya juga tabi’it tabi’in, karena mereka
puluhan tahun mendampingi Rasul. Lain halnya dengan faham selain ahlu sunnah
wal jama’ah, yang selalu mengagungkan Ibnu Taimiyah, pindah ke Basyrah dan Kuffah.
Dihujat karena fahamnya yang ganjil-ganjil ke sana kemari. Dihukum oleh
penguasa. Dan yang terakhir ini dihukum 18 bulan, sampai meninggal dunia. Dalam
tahanan, faham ini yang dibeking oleh seorang Yahudi, yang bernama Abu Saud.
Kerajaan Saudi pada saat itu, jadi tidak heran kalau dalilnya selalu mengambil
ayat-ayat kuffar, untuk menghantam kaum muslimin pada saat itu. Ziarah kubur
syirik, tawassul syirik, sholawat, dzikir syirik. Faham ini dikembangkan oleh
Abd. Wahab/Wahabi, dia sudah terkontaminasi oleh orang Inggris yang bernama Mr.
Hemper. Umat Islam dihantam dari dalam Islam itu sendiri. Menabur fitnah kesana
kemari, tuduhan-tuduhan bid’ah, khurafat, pemurnian tauhid pada intinya mau
menghapuskan syareat Islam dari dalam. Faham ini dikembangkan oleh Imam Satibi
yang membid’ahkan dzikir sesudah shalat, juga berjabat tangan sesudah sholat,
padahal sudah jelas, sudah termaktub di dalam hadits Bukhori.
Lebih jauh lagi faham itu, dikembangkan oleh Wasil bin Athok
dan Rasyid Ridho. Bahkan yang lebih ekstrim lagi menuduh Sayyidina Umar Ahli
Bid’ah, akan tetapi kenapa pengikut-pengikut yang ada di Indoneisa ini rela
sahabat kita tercinta dikatakan sesat, perampas kekuasaan dan sebagainya.
Padahal sudah jelas firman Allah swt., “Dia dijamin masuk surga (QS. At-Taubah:
100) (“sahabat adalah Umat yang terbaik”) QS. Ali Imron: 110). Bahkan kata Nabi
sahabat adalah pegangan bagi umatku (HR. Muslim). Sudah jelas kiranya kita ini
termasuk golongan yang mana.
Dari uraian di atas, semoga kita pandai-pandai di dalam
mengambil kesimpulan. Sabda Nabi Muhammad SAW.
Artinya: “Sesungguhnya
ilmu ini adalah agama, maka tiliklah dari siapa kamu mengambil pelajaran
agamamu.”
Demikianlah risalah yang sederhana ini, semoga bermanfaat.
Amin.
---ooo0ooo---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar