“Di akhir
zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang muda usianya, bodoh cara
berpikirnya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah, namun iman mereka tidak
sampai melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah
tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Apabila kamu bertemu dengan
mereka maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka mendapat pahala di sisi
Allah pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad Nasa’i dan
lainnya)
“Kalian
kedatangan penduduk Yaman, mereka berhati sangat lembut dan berperasaan halus.
Iman itu ada di Yaman dan hikmah (juga) ada pada orang-orang Yaman. (Sedangkan)
puncak kekafiran ada di daerah timur.
Rasulullah SAW berdiri di atas mimbar dan
bersabda “Disanalah daerah berbagai fitnah” seraya beliau menunjuk ke timur Madinah,“
dari sana timbul pongkol setan” atau Nabi bersabda “tanduk setan” (HR. Bukhari,
Ahmad dan Tirmidzi, dengan lafal darinya, dia mengatakan hadits ini Hasan
Shahih)
Ciri-ciri
mereka bercukur (Plontos), celana nggantung dan Memecah Belah Umat
Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi
Saw. Bersabda: “Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca
Al-Qur’an namun tidak sampai melewati batas kerongkongan mereka. Mereka keluar
dari agama islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang
buruannya. Mereka tidak pernah kembali sampai anak panah bisa kembali ke
busurnya. Ciri-ciri
Mereka “keluar dari agama islam seperti anak
panah yang tembus keluar.”
Mereka dihukumi oleh Nabi Saw. sebagai
orang yang telah keluar dari agama Islam (murtad) dan tidak pernah kembali lagi
seperti tidak pernah kembalinya anak panah yang tembus keluar dari badan
binatang buruannya. Hal itu di antaranya karena penyimpangan akidah mereka
dalam tajsim (menganggap Allah Swt. memiliki badan dan anggota tubuh)
dan tasybih (menyerupakan Allah Swt. dengan makhluk), juga disebabkan
perilaku mereka yang buruk terhadap umat islam, seperti: takfir
(mengkafirkan), tabdi’ (membid’ahkan), mengaggap diri paling benar,
menjaga jarak dan tidak mau berteman atau menegur muslim lain di luar kelompok
mereka (mereka istilahkan dengan hajr al-mubtadi’).
Asal “fitnah-fitnah
itu datang dari sana”
Nabi Saw. telah memberitahukan kepada
umatnya bahwa kemunculan fitnah-fitnah yang menerpa umatnya berasal dari arah
timur (baca: timur Madinah, yakni Najd di Saudi Arabia). Fitnah ini bukan hanya
sekali, tetapi berkali-kali. Sebab, kata fitnah dalam hadits di atas
menggunakan bentuk prural, yaitu “fitan” (fitnah-fitnah). Sejarah
mencatat bahwa Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab, Sajah binti al-Harits ibnu
Suwaid at-Tamimah, Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi, dan orang-orang semisal
mereka, semua berasal dari Najd, tanah kelahiran Muhammad ibnu Abdul Wahab si
pendiri sekte Salafi Wahabi. Bahkan, para pembuat fitnah itu berasal dari
kaum/kabilah yang sama dengan kabilahnya pendiri Wahabi, yaitu Bani Tamim.
“Puncak
kekafiran berasal dari sana”
Maksud redaksi hadits ini adalah bahwa
Rasulullah Saw. mengingatkan umatnya atas kehadiran “fitnah besar” yang akan
muncul dari Najd sebagai “puncak kekafiran kepada Allah Swt.” Terbuka
kemungkinan bahwa yang dimaksud “fitnah besar” atau “puncak kekafiran” itu
adalah sekte Salafi Wahabi, karena mereka berasal dari Najd. Mengapa Salafi
Wahabi bisa dibilang sebagai fitnah besar bagi umat Islam? Karena mereka telah
memporak-porandakan persatuan umat saat ini, membid’ahkan, mengkafirkan,
membunuhi umat Islam, memalsukan buku-buku sebagaimana yang akan kita kupas
dalam buku kedua kami, insya Allah – menganggap sesat, sekaligus
menyesatkan umat dengan akidah tajsim dan tasybihnya, menganggap
diri paling benar dan membuat umat saling curiga dan tidak nyaman dalam
beribadah. Ini semua bukan hanya fitnah bagi umat Islam, tetapi juga bagi umat
di luar Islam.
“Setiap
kali muncul tanduk dari mereka ditumpas”
Nabi Saw. mengucapkan kalimat ini sebanyak
kurang lebih 10 kali, sebagaimana tertuang dalam redaksi hadits tersebut. Dalam
hadits lain Nabi Saw. mengatakan, “setiap kali muncul tanduk dari mereka, maka
Allah Swt. akan memotongnya.“ Itu menandakan bahwa, jumlah sekte-sekte
menyimpang dalam Islam yang muncul dari daerah Najd bukan hanya satu, melainkan
beberapa kali. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sekte sesat yang berasal
dari Najd diantaranya adalah Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab, Sajah binti
al-Harits ibnu Suwaid at-Tamimah dan Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi. Namun
keberadaan
Kaum itu
berasal dari “Timur kota Madinah”
Yakni, Najd di Saudi Arabia – sebagaimana
dijelaskan pada hadits-hadits lainnya – yang juga merupakan tempat lahirnya
faham Salafi Wahabi. Sehingga secara langsung, hadis itu juga mengarah kepada
Salafi Wahabi.
Istimewanya lagi, hadis-hadis terkait
Salafi Wahabi ini bukanlah hadits-hadits Ahad, melalinkan hadis-hadis Mutawatir
yang diriwayatkan oleh kumpulan banyak sahabat Nabi Saw. yang jujur dan
terpercaya, kepada kumpulan banyak sahabat lain atau tabi’in atau
orang-orang setelahnya. Artinya tidak ada celah bagi kebohongan massal terkait
hadis-hadis tersebut karena begitu banyaknya perawi yang meriwayatkannya.
Hadis-hadis ini adalah hadis-hadis shahih yang diriwayatkan Ashab
ash-Shihhah as-Sittah (6 perawi hadis-hadis shahih). Riwayat Ashab
ash-Shihhah as-Sittah ini diperkuat pula dengan mayoritas kitab-kita hadits
yang lain yang juga meriwayatkan hadis-hadis yang sama dan menyatakan
keshalihannya.
Kita merasa yakin terhadap keshahihan
suatu hadis, jika Imam Bukhari dan Imam Muslim sama-sama meriwayatkannya
(disebut hadits Muttafaq ‘Alaih). Lalu bagaimana jika hadits itu juga
diriwayatkan oleh 6 perawi hadits shahih yang lain dan puluhan imam-imam hadis?
Terlebih lagi – sebagai salah satu indikasi lain akan kebenaran hadis-hadis tentang
Salafi Wahabi ini – hadis-hadis tersebut ditulis pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah,
yang mana pada zaman itu masa depan umat manusia tidak ada yang mengetahui dan
tidak bisa diprediksi sama sekali. Bahkan, pada saat itu leluhur dan nenek
moyang ke-10 Muhammad ibnu Abdul Wahab (pendiri Salafi Wahabi) belum
dilahirkan. Sehingga sangat mustahil jika hadis-hadis tersebut ditulis secara
sengaja berdasarkan pengetahuan mereka tentang Salafi Wahabi, yang baru muncuk
1200 tahun kemudian, yaitu di abad 18 Masehi/12 Hijriyah bulan Safar tahin 37
H. Begitu pula Musailamah al-Kadzdzab
yang telah muncul bahkan pada masa Nabi masih hidup.
Oleh karena itu, bisa dibenarkan bila
Salafi Wahabi masuk dalam kategori yang disitir oleh hadits di atas. Sebab,
ajaran Salafi Wahabi baru muncul pada abad ke-18 Masehi atau 1200 tahun setelah
masa Rasulullah Saw. Pendiri Salafi Wahabi, Muhammad ibnu Abdul Wahab pun baru
wafat pada tahun 1206 Hijriyah/1792 Masehi.
Usia kaum itu “berumur muda”
Poin ini bisa memiliki banyak maksud,
diantaranya adalah usia pergerakan dakwahnya masih muda, atau ajaran yang
dibawanya adalah ajaran muda (baru) yang tidak sama dengan sekte-sekte
sebelumnya. Atau ilmunya sedikit dan belum matang sehingga dikatakan masih
muda. Atau cara berpikirnya pendek dan sempit disebabkan oleh pengalamannya
yang masih muda. Semua kriteria ini bisa masuk ke dalam sekte Salafi Wahabi.
Mereka yang mengatakan Najd adalah “dataran
tinggi” di Irak, salah besar. Karena selain Irak bukan daerah dataran tinggi,
juga karena Irak berada di sebelah utara kota Madinah dan tidak pernah ada nama
daerah Najd di Irak. Sungguh selalu benar apa yang disabdakan Rasulullah Saw.
tentang Najd. Silakan lihat peta Saudi Arabia di bawah ini:
Letak
Najd [yang diberi tanda lingkaran] berada tepat di sebelah timur Madinah [yang
diberi tanda panah lurus ke kanan], sedangkan Irak berada di sebelah utara
sebagaimana ditunjukkan oleh tanda panah atas.
Al’Allamah Sayyid Alwi ibnu Ahmad ibnu
Hasan ibnu al-Quthb Abdullah Al-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’
azh-Zhalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abbas ibnu Muthallib dari Nabi
Saw.: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah Bany
Hanifah seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong),
lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar. Pada zaman itu banyak terjadi
kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang
(tujuan dunia) dan menghalalkan darah kaum muslimin.”
Yang dimaksud Bany Hanifah dalam hadis
itu adalah kabilah yang mengikuti nabi palsu, Musailamah al-Kadzdzab, yang juga
kaum Muhammad ibnu Saud, pendiri Saudi. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid
Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad ibnu
Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Saw. yang mengisyaratkan bahwa akan ada
keguncangan dari arah timur (Najd) dan dua tanduk setan, sebagaimana ulama
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah
Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad ibnu Abdul Wahab yang meninggal tahun 1206
H / 1792 M.
Tidak Mencintai Rasulullah SAW dan
Keluarganya (Ahlul Bait)
Wahabi merasa senang untuk merendahkan
derajat dan kehormatan Rasulullah Saw. Syaikh Ahmad Zaini Dahlan menuturkan:
“Syaikh itu (ibnu Abdul Wahab)
sering melecehkan nama baik Rasulullah Saw. melalui ungkapan-ungkapannya,
dengan alasan memelihara tauhid. Misalnya, dia memanggil Rasulullah Saw. dengan
sebutan “Tharisy”. Tharisy dalam bahasa Masyriq berarti orang yang berprofesi
mengantarkan pesanan/barang kepada orang lain (kurir), atau tukang membawa
surat seperti tukang pos. Tujuannya untuk merendahkan Rasulullah Saw. bahwa
beliau tidak lebih dari seorang kurir atau tukang pos yang membawa pesan dari
seorang Emir atau yang lain, setelah itu pergi. Sampai-sampai, sebagian
pengikutnya sering mengatakan, “Tongkatku ini lebih mulia dari Muhammad, karena
lebih bermanfaat untuk membunuh ular dan sejenisnya. Sedangkan Muhammad sudah
jadi bangkai, tidak tersisa sedikit pun manfaat darinya. Dia hanyalah tharisy
di masa lalu.”
Subhanallah! Bukankah Nabi Saw. sangat mencintai umatnya dan
menyebut-nyebutnya hingga ketika beliau akan meninggalkan dunia yang fana ini?
Bukankah Nabi Saw. akan memberikan syafaatnya kepada umatnya yang sangat dia
cintai ini? Di manakah rasa cinta kita kepada beliau Saw.? Jangan-jangan Ibnu
Abdul Wahab ini tidak mau diaku sebagai umat Rasulullah Saw.! Na’udzubillah.
Begitu juga dengan para
pengikut Muhammad ibnu Abdul Wahab, mereka hingga kini masih saja mengharamkan
umat Islam untuk memanggil Nabi Saw. dengan sebutan “Sayyid”
(baginda/penghulu). Cukup aneh. Betapa tidak, bukankah Rasulullah Saw. dalam
hadis yang sangat shahih tak terbantahkan mengatakan:
“Aku adalah sayyidnya
anak Adam dan (julukan ini) bukan suatu kesombongan”.
“Aku adalah sayyidnya
manusia pada hari kiamat”.
Dan hadis-hadis lain
yang menunjukkan bahwa penggunaan kata sayyid biasa digunakan oleh Rasulullah
Saw. dan para sahabatnya.
Bahkan pengikut setia
al-Albani yang bernama Muhammad Syaqrah dalam bukunya Irsyad as-Sari
menyatakan, boleh menggunakan kata sayyid kepada semua orang, kecuali
kepada Rasulullah Saw. dan ahlu baitnya. Muhammad Syaqrah menyampaikan
alasan bahwa hal itu akan mengarah kepada penyembahan kepada Rasulullah ataupun
ahlu bait. Masya Allah! Sejak zaman Rasulullah Saw. hingga saat
ini, adakah umatnya yang telah menyembahnya hanya karena memuliakan beliau
dengan panggilan sayyid? Tidak ada satu pun. Padahal, ajaran sesat
Wahabi yang melarang penggunaan kalimat itu baru hadir 210 tahun yang lalu!
Artinya, sudah 1200 tahun (12 abad lebih) telah berlalu sebelum kehadiran
Wahabi.
---ooo0ooo---
والله اعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar