Minggu, 05 Januari 2014

UTSAIMIN MEMBENARKAN “BID’AH HASANAH “


Mari kita pahami definisi bid’ah menurut sabda Nabi Muhammad saw. Ketika Rasul mengutus Mu’adz bin Jabal untuk menjadi Gubernur Yaman, sebelum beliau berangkat, ditanya,  كيف تقضى اذا عرض لك قضاء ؟   bagaimana cara engkau memutuskan perkara yang dibawa kehadapanmu, اقضى بكتاب الله    saya akan memutus perkara dengan Kitab Allah, فان لم تجد فى كتاب الله ؟  kalau engkau tidak menemukan dalam Kitab Allah, فبسنة رسول الله   saya akan memutuskan dengan Sunnatullah (al-Hadis)                                فان لم تجد فى سنة رسول الله ولا فى كتاب الله ؟  apabila tidak dijumpai dalam dalam Sunnah dan Kitabullah, (Al-Qur’an Hadis) اجتهدو رأي ولاالو  ketika itu saya akan berijtihad dan tidak akan bimbang sedikitpun, lalu Nabi menaruh tangannya ke dada Mu’adz bin Jabal, seraya bersabda,                                               الحمد ا لله الذي وفق رسو ل الله لما يرضى سول الله  “ SEMUA PUJI BAGI ALLAH YANG TELAH MEMBERI TAUFIQ UTUSAN RASULULLAH, SEHINGGA MENYENANGKAN HATI RASULNYA. “ (Shahih Tirmidzi juz 2 halaman 68-69, Sunan Abu Daud juz juz 3 halaman 203 )


Dari penjelasan Hadis ini alangkah senangnya hati Rosul ketika mendengar jawaban Mu’adz bin Jabal “Bila tidak terdapat dalam Qur’an Hadis saya akan berijtihad dan tidak akan bimbang sedikitpun   “ini jelas perbuatan ”bid’ah hasanah” yang dikerjakan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal,  “ JUSTRU RASUL SANGAT MENYUKAINYA PERBUATAN BID’AH YANG DIKERJAKAN MU’ADZ TADI. “Nah kalau Rasul senang, lalu alasan apalagi seperti Utsaimin, Albani, Satibi dan pengikutnya sekalian, “apakah menolak  bid’ah hasanah“ bukan perbuatan sesat “ dan hadist semacam ini banyak sekali.


Apakah  yang dimaksud dengan segala bid’ah itu sesat, mari kita fahami menurut ilmu balaghoh

كل بد عة ضلا له وكل ضلا لة فى النار

  “Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan masuk neraka“. Setiap benda mempunyai sifat, tidak mungkin tidak mempunyai sifat. Sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus, mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu yang sama dikatakan jelek, kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk. Mari kita kembali kepada hadist. كل بد عة ضلا له وكل ضلا لة فى النار   Semua bid’ah itu sesat, semua kesesatan masuk neraka.Bid’ah itu kata benda, dan karena itu mempunyai sifat. Tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. “SIFAT TERSEBUT TIDAK DITULIS DAN TIDAK DISEBUTKAN“ dalam hadis di atas. Dalam ilmu balaghah dikatakan  حذف الصفات على المو صوف “membuang sifat dari benda yang bersifat” seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan  pertama : كل بدعة  حسنة ضلا له وكل    ضلا لة فى النار  Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”. Hal itu tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda serta dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang dipastikan kemungkinan yang kedua : كل بدعة سيئة ضلا له وكل ضلا لة فى النار  Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan masuk neraka. Maka jelek dan sesat sepadan (paralel) tidak bertentangan. Hal  ini terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah telah membuang sifat kapal dalam firmannya :


وكان وراءهم ملك يأخذ " كل سفينة " غصبا                                        


“Di belakang mereka ada raja yang akan merampas “semua kapal  dengan paksa". ( Al-Kahfi: 79 ). Dalam ayat tersebut Allah swt. Tidak menyebutkan apakah kapal baik atau kapal jelek, karena pada kenyataannya “ yang jelek tidak diambil“ oleh sang raja yang lalim itu. Maka lafadh “ كل سفينة    sama dengan “ كل بدعة “ tidak disebutkan sifatnya, walaupun punya sifat, ialah sifat yang baik,   كل سفينة حسنة  ternya menurut firman Allah swt. Tidak selamanya kata-kata “kullu“ tidak berarti semuanya. Pemahaman seperti ini diikuti para ulama' ahli hadis seperti termasuk pensyarah hadis Bukhori Muslim, diantaranya : 

  1. Al-Imam Izzuddin bin Abdissalam, ulama' terkemuka dalam madzhab Syafi'i

البدعة فعل  ما لم يكن فى عصررسول الله 
 “Bid’ah adalah pekerjaan yang tidak dikenal di masa Rasulullah saw. (Qowaidul Ahkam fi Masalih al-Anam 2 hal 172 )   
 

2.      Al-Imam Nawawi,

 هي أحداث ما لم يكن فى عهد رسول الله صلعم  
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah saw. (Tahdzib al-Asmak wa al Lughot, jus 3 hal 22 ) termasuk membagi bid’ah menjadi 2
( شرح مسلم )  والمراد غا لب البدعة    
Sabda Nabi Muhammad saw. “Semua bid’ah“ ini adalah kata-kata umum, yang dibatasi jangkauannya, (yang dimaksud bid’ah yang menyimpang dari syariat yang sesat, (Syarah shahih  Muslim, juz 6 hal 154) hal ini sesuai dengan shahih Muslim
 من سن فى الا سلا م سنة حسنة فله مثل اجر
"Barangsiapa mengadakan sunnah yang bagus, maka ia akan mendapat pahala"                                                                                            ومن سن سنة سيئة فله مثل وزر 
"Barangsiapa membuat sunnah yang jelek juga akan mendapat imbalan dosa". Menurut shohih Muslim ini bid'ah dibagi 2 (Shahih Muslim 14 hal 226 )
 

3.  Al-Imam Asyafi’i membagi bid’ah 2 macam  
 المحدثا ن ضر بان : ما أحدث يخا لف كتابا او سنة اواجما عا فهو
 بد عة ضلا لة وما أحدث فى الخير لا يخا لف شيئا من ذا لك فهو محدثة غير مذمومة  
Bid’ah muhadast ada 2 macam, pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi Qur’an Hadist atau ijmak, disebut bid’ah dholalah. Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, sunnah dan ijmak, disebut bid,ah hasanah. ( Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i juz1 hal 469 ) Bahkan Imam Syafi’i, apabila sudah mempunyai landasan dari Qur’an Hadist tidak dinamai bid’ah:
  قال الشا فعي ر ض . كل ما له مستند من الشرع فليس ببد عة ولو لم يعمل به السلف
 لأ ن تركهم للعمل به قد يكون لعذر قام لهم فى الوقت او لما هو افضل منه او لعله
لم يبلغ جميعهم علم به . الحا فظ الغماري اتقان الصنعة فى تحقيق معنى البدعة, ص . ه
“Setiap sesuatu yang mempunyai dalil syar’i, (Qur’an Hadist Ijma') meskipun belum dilakukan ulama' salaf. Karena sikap mereka yang meninggalkan tersebut terkadang karena ada udzur yang terjadi pada sa’at itu, atau ada amaliah lain yang lebih utama, dan atau barangkali hal itu belum diketahu oleh mereka “.   

44.  Al- Imam Abdilbar, juga membagi bid’ah 2 macam, “Adapun perkataan Umar ra. “Sebaik-baik bid’ah“ maka bid’ah dalam bahasa Arab, adalah menciptakan, memulai sesuatu yang belum pernah ada. Maka apabila “bid’ah“ tersebut menyalahi sunnah yang telah berlaku, maka “bid’ah“ yang tidak baik, wajib mencela dan melarangnya, menyuruh menjauhi dan meninggalkannya. “SEDANGKAN “BID’AH“ YANG TIDAK MENYALAHI DASAR SYARIAT DAN SUNNAH (QURAN HADIS) MAKA ITU SEBAIK-BAIK BID’AH ( BID’AH HASANAH) “ ( Al-Istidzkar, jus 5 halaman 152 ).  

55. Al-Imam Nawawi juga membagi bid’ah dibagi menjadi 5 bagian,  
هي أي منقسمة الى حسنة وقبيحة
“Bid’ah“ dibagi 2 juga dirinci menjadi 5 (Al-Imam Annawawi, tahdzib al Asmak wallughot juz 3 hal 22 ) 

66. Al-Hafidz Ibnu al-Astir al-jazari, dalam kitab (al-Nihayah fi Ghorib al-Hadist wa al-Atsar juz 1 hal 267 ) 

77. Al-Hafidz Ibn al-Arobi al–Maliki juga Bid’ah dibagi 2 (Aridhot al-Ahwadzi Syarah Jami’ al –Tirmidzi, juz 1 hal 147 )
  وقال عمر نعمة البد عة : وانما يذم من البدع ماخلف السنة ويذم من المحد ثات ما دعا الى ضلا لة.  

88. Al-Imam Izzuddin Bin Abdissalam. Membagi “ Bid’ah “ menjadi 5 bagian, ( Qowa’id al-Ahkam fi Masalih juz 2 hal 133 ) 

99.      Ibnu Hajar Al-astqolani ( Fath al – Bari juz 4 hal 253 ) juga membagi 2 bagian.  

110.  Al-Imam al-Aini juga membagi bid’ah menjadi 2 macam ( Umdat al-Qori, juz 11 hal 126 )

111.  Al-Imam al-Asyaukani juga membagi “ Bid’ah “ menjadi 2 bagian bahkan lebih rinci “Bid’ah“ dibagi 5 bagian, dia seorang hafidz al-Faqih yang dikagumi kaum Wahabi, dalam kitabnya Nailul al-Author juz 3 hal 25 yang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Mu’amal Hamidi tokoh Muhammadiyah Jawa Timur, dan masih banyak lagi. Dan anehnya Utsaimin yang mati-matian mempertahankan tentang bi’dahnya, “setiap bid’ah sesat“ (Muhammad bin Sholeh al-Ustaimin, Al-Ibda’ fi Kamal al-Syar’i wa al-Kathar al-Ibtidak, hal 13)  ini pendapat pertama.

Rupanya sulit dipertahankan pendapatnya.
إلا بد ليل من الكتاب والسنة على مشروعية
"Kecuali ada dalil dari Al-Qur’an Al-Hadist yang membolehkannya".
(Al-Ustaimin, Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal 639-640).

Nah kalau acuannya Al-Qur'an  Hadis, kan sama saja, kalau kata syari’at baik  yang “hasanah“ kalau kata syari'at jelek ya dholalah, selesailah kenapa muter-muter, mau terbang ke langit yang ke-7 pun turun juga ke tanah, coba perhatikan lagi, pendapat beliau yang ke-3.,

 ومن القواعد المقررة ان الوسا ئل لها أحكام المقا صد, فو سا المشروع مشروعية ووسا ئل غير مشروع غير مشروعة
بل وسا ئل المحرم حرام, فا لمدارس وتصنيف العلم وتأ ليف الكب وان كان بدعة لم يوجد فى عهدالنبي صلعم, على هذالوجه الا انه ليس مقصدا بل هو وسيلة والوسائل لها احكام المقا صد, ولهذا لو بنى شخص مدرسة لتعليم علم محرم كان البناء حرام ولو بنا مدرسة لتعليم علم شرعى كان البناء مشروعا
 ( العثيمن,الا بداءفى كمال الشرع وخطر الابتداء

“Diantara kaidah yang ditetapkan adalah bahwa perantara itu mengikuti hukum tujuannya. Jadi perantara tujuan yang disyaria’atkan, juga disyariatkan. Perantara tujuan yang tidak disyariatkan juga tidak disyari’atkan. Bahkan perantara tujuan yang diharamkan, juga diharamkan. Karena itu pembangunan madrasah-madrasah, penyusunan ilmu pengetahuan dan kitab-kitab, meskipun bid’ah yang  belum ada pada masa Rasulullah saw. dalam bentuk seperti ini namun ia bukan tujuan, melainkan hanya perantara, sedangkan hukum perantara mengikuti hukum tujuannya. Oleh karena itu, bila seorang membangun madrasah untuk ilmu yang di haramkan, maka membangunnya haram mendapat dosa. Bila membangun madrasah untuk ilmu yang di syariatkan, maka membangunnya di syari’atkan maka mendapat pahala“
(Al- Ustaimin, al-Ibda’ fi Kamal al-Syar’i wa Khatar al-Ibdak’hal 18-19 )

Dari penjelasan Ustaimin tadi, membangun madrasah adalah “bid’ah“ dan boleh walaupun tidak pernah ada pada masa Rasulullah saw. dus, tidak selamanya yang tidak ada pada masa Rasulullah itu sesat. Sekarang apa bisa “JIPLAK” persis sama di masa Rasulullah, ya tidak akan bisa, makanya Rasul menyuruh kita ikutilah sahabatku apabila aku sudah tiada (wafat) dari sinilah muncul sebuah pemahaman hukum yang namanya di samping Qur’an Hadist, yaitu “IJMAK DAN QIYAS“ kalau tidak, dikit-dikit bid’ah, karena angan-angan dibenaknya yang ada cuma “ KULLU BID’ATIN DHOLALAH“ yang tidak pernah dicontohkan Nabi sesat! Nyatanya sentral Wahabi seperti Utsaimin berbuat bid’ah seperti membangun madrasah yang tidak pernah dicontohkan Nabi.  Jadi tidak mudah mengatakan, lomba tilawatil Qur’an bid’ah, Maulid Nabi bid’ah, memperingati Nuzulul Quran sesat, tahlil bid’ah, memperingati Isro’ Mi’roj bid’ah, membaca yasin bersama neraka, khutbah jum’at diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kesasar kalau takut bid’ah silahkan pakai bahasa arab karena Nabi tidak pernah memakai bahasa Indonesia, istighosah syirik, nahwu, sorrof, balaghoh ma’ani manteq mengada-ngada dan bid’ah, dzikir, membaca sholawat ketika akan sholat bid’ah, yaa gak ada benarnya. Beranikah menyesatkan Utsaimin membangun madrasah yang belum pernah dicontohkan Rasul,  karena yang tidak pernah dicontohkan Rasul semua sesat??? Ternyata tidak.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar