Walupun amal maulid itu belum ada dikerjakan pada zaman Nabi, tetapi pekerjaan itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul secara umum.
Tuhan berfirman dalam Al Qur’anul Karim
:
Artinya : “Maka orang yang beriman
kepadanya (Muhammad Saw.), memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an) mereka itulah yang beruntung” (Al
‘A’raf : 157).
Di
dalam ayat ini dinyatakan dengan tegas, bahwa orang yang memuliakan Nabi
Muhammad adalah orang yang beruntung. Merayakan maulid Nabi termasuk dalam
ragka memuliakannya, yang sudah pasti orang yang merayakan itu akan mendapat
pahala di akhirat nanti.
Apa
maksud kita dengan mengadakan perayaan maulid Nabi? Tidak lain selain hanya
untuk memuliakan beliau.
Termasuk
juga orang-orang yang membaca nazham-nazham, sya’ir, kasidah-kasidah, kalau
dimaksudkan untuk memuliakan Nabi maka itu masuklah ke dalam rangka umum ayat
ini, semuanya besar pahalanya.
Nabi
bersabda:
Artinya: “Belum sempurna iman seseorang
kamu, kecuali kalau saya lebih dikasihnya disbanding dengan familinya, dengan
hartanya dan dengan manusia keseluruhannya” (H. R. Imam Bukhari dan Muslim,
lihat Syarah Muslim juzu’ II, halaman 15).
Di
dalam hadits ini dinyatakan bahwa iman itu belum ada atau belum sempurna pada
dada seseorang, kecuali kalau orang itu mengasihi Nabi Muhammad Saw. melebihi
dari kasihnya kepada familinya (anak istrinya), hartanya dan seluruh manusia.
Maka
iman itu ada atau tidaknya, sempurna atau tidaknya tergantung kepada isi hati
seseorang. Andai kata ia mengasihi Nabi melebihi dari mengasihi orang-orang
lain, maka benar-benar imannya sudah kamil, sudah sempurna, tetapi sebaliknya
kalau ia lebih mengasihi harta bendanya, atau anak istrinya melebihi dari
kasihnya kepada Nabi Muhammad Saw. maka imannya itu kurang, atau belum ada sama
sekali.
Merayakan
maulid Nabi adalah kenyataan dari hati yang kasih kepada Nabi dan satu tanda
bahwa imannya sudah sempurna.
Orang
yang tidak beriman atau imannya tipis tentu tidak mau merayakan maulid Nabi.
Na’uzubillah!
Artinya: “Dari Ibnu Abbas Rda. beliau
berkata, bahwasannya Rasulullah ketika tiba di Madinah beliau dapati di sana
orang Yahudi puasa pada hari ‘Asyura. Maka Nabi bertanya pada mereka: Hari
apakah yang kamu puasakan ini? Jawab mereka: Ini hari besar di mana Allah telah
membebaskan Musa dan kaumnya dan telah mengkaramkan Fir’aun dan kaumnya, maka
Musa berpuasa pada hari semacam ini karena bersyukur kepada Allah, dan kamipun
mempuasakannya pula.
Lalu Rasulullah Saw. berkata: Kami lebih
berhak dan lebih patut menghormat Musa disbanding kamu.
Maka Nabi berpuasa pada hari ‘Asyura itu
dan beliau menyuruh ummat berpuasa pada hari itu” (H. R. Bukhari dan Muslim,
Susunan kata-katanya di Kitab Muslim Juzu’ I halaman 459 – Bukhari Juzu’ I
halaman 241).
Al
Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, yaitu pengarang Syarah Bukhari yang bernama
Fathul Bari mengatakan, bahwa dari hadits ini dapat dipetik hukum:
1. Ummat
Islam dibolehkan dan bahkan dianjurkan, agar memperingati hari-hari yang
bersejarah, hari-hari yang dianggap besar. Umpama hari-hari Maulid, Mi’raj dan
lain-lain.
2. Nabipun
memperingati karamnya Fir’aun dan bebasnya Musa, dengan melakukan puasa Asyura
sebagai bersyukur atas hapusnya yang batil dan tegaknya yang hak.
Tuhan berfirman:
Artinya: ”Dan berkata Allah:
Sesungguhnya Aku beserta kamu, kalau kamu mengerjakan sembahyang dan menunaikan
zakat serta beriman kepada Rasul-rasulKu, dan kamu muliakan mereka, dan kamu
memberi pinjam kepada Tuhan dengan apa saja yang baik, niscaya akan Aku ampuni
dosa-dosa kamu, dan akan Aku masukkan ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya
beberapa sungai” (Al Maidah : 14).
Arti “ ’azzatumuhum” ialah “memuliakan
mereka” (lihat Tafsir Thabari Juzu’ VI, halaman 151, baris yang kedua dari
bawah).
Orang
yang memuliakan Nabi akan dimasukkan ke dalam syurga, sedang merayakan Maulid
Nabi adalah dalam rangka memuliakan Nabi. Maka orang-orang yang mengerjakannya
akan di masukkan Tuhan ke dalam syurga.
Friman
Allah SWT. memerintahkan sebagai berikut:
Artinya: Sungguh Allah dan
malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam pernghormatan kepadanya.
(Al-Ahzab : 56).
Ayat di atas jelas-jelas
memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad
Saw. setelah melihat kenyataan ayat tersebut yang jelas-jelas memerintahkan
untuk bershalawat, lalu apa alasannya bagi mereka yang tidak mau membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. apakah mereka akan mengingkari ayat
Al-Qur’an?
Artinya: Janganlah kamu menjadikan
rumah-rumahmu sebagai kuburan dan janganlah kamu menjadikan kuburanku sebagai
persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku. Karena sesungguhnya shalawatmu
sampai kepadaku di mana saja kamu berada. (H. R. An Nasa-I, Abu Dawud dan
Ahmadi).
Dengan
hadits tersebut di atas, juga telah jelas bahwa Nabi Muhammad Saw. dengan tegas
memerintahkan kepada kita untuk bershalawat kepada beliau, karena membaca
shalawat itu dimanapun kita berada akan sampai kepada beliau.
3. Keutamaan
Shalawat
Shalawat
atas Nabi adalah benar-benar amat besar keutamaannya. Sehingga setiap orang
yang berdo’a kepada Allah SWT tidak akan terkabul apabila tanpa didahului
membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dijelaskan oleh Nabi
Saw. dalam sabdanya sebagai berikut:
Artinya: Setiap do’a itu terhalang
sehingga dibacakan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. (H. R. Dailami dan
Baihaqi).
Karena keutamaan shalawat inilah
maka orang yang paling banyak membaca shalawat, kelak di hari qiyamat merupakan
orang yang paling utama di sisi Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad
Saw.:
Artinya: Sungguh seutama-utama manusia
yang terdekat kepadaku (Nabi) pada hari qiyamat ialah mereka yang lebih banyak
bershalawat kepadaku. (H. R. Nasa-I dan Ibnu Hibban).
Rasulullah
bersabda: Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya
di Hari Kiamat.91
Dalil
kedua
Ustadz Imam Al-Hafizh
Al-Munib DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadits “man ‘azhzhama
maulidy kuntu syafi’an lahu yaum al-Qiyamah” seperti diriwayatkan Ibnu Asakir
dalam kitab Tarikh, Juz I, halaman 60, menurut Imam Dzahaby: shahih sanadnya.92
Tersebut dalam sebuah atsar:
Rasulullah pernah bersabda: Siapa membuat sejarah orang mukmin (yang sudah
meninggal) sama artinya menghidupkannya kembali, siapa membacakan sejarahnya
seolah-olah ia sedang mengunjunginya, dan siapa mengunjunginya. Allah akan
memberinya surga.98
Rasulullah di alam
barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai
jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam
hadits, ia bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian
membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika
saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku memintakan
ampun kepada Allah. Hadits riwayat Al-Hafizh Ismail al-Qadhi, dalam bab
Shalawat ‘ala an-Naby. Imam Haitami menyebutkan dalam kitab Majma’ az-Zawaid,
ia menganggap shahih hadits di atas. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan
ampun ummatnya di alam barzakh. Istighfar adalah do’a, dan do’a untuk ummatnya
pasti bermanfaat. Ada lagi hadits lain: Rasulullah bersabda: Tidak seorangpun
yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku
sehingga aku bisa menjawab salam itu (H. R.
Mahal al-Qiyam, (Berdiri ketika Baca
Barzanji)
Ketika
membaca Shalawat Barzanji biasanya orang-orang melantunkannya sambil berdiri
yang dikenal dengan Mahal al-Qiyam. Bagaimana hukumnya?
Ada
sebagian orang yang mengatakan bahwa berdiri ketika membaca shalawat adalah
bid’ah syayyiah sebab tidak ada dalil yang membenarkannya, benarkah begitu?
Membaca shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW. merupakan ibadah yang sangat terpuji. Tujuan membaca shalawat itu
adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Salah satu cara untuk mengagungkan
seseorang adalah dengan cara berdiri. Oleh karena itu boleh hukumnya berdiri
ketika membaca shalawat nabi SAW. sebagaimana diterangkan dalam kitab al-Bayan
wa al-Ta’rif al-Maulid al-Nabawi, halaman 29-30:
“Imam al-Barzanji dalam kitab maulidnya
yang berbentuk
Artinya: “Berdirilah kamu menyambut
ketuamu”. (Lihat buku sejarah Muhammad Rasulullah, karangan Mhd. Redha, halaman
238).
Dalam sejarah ini ternyata bahwa
“berdiri” untuk menyambut kedatangan orang-orang besar dianjurkan oleh Nabi
kita, Nabi Muhammad Saw.
Kesimpulan
Kesimpulan dalam masalah ini adalah:
Mengadakan perayaan-perayaan maulud
tiap-tiap tahun adalah sunnat shukumnya, karena termasuk dalam ibadat
memuliakan Nabi dan mengasihi Nabi, yang sangat dianjurkan oleh Tuhan dalam
kitab sucinya.
-----------------------------oooOooo-----------------------------